Pencapaian agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 membutuhkan alokasi lahan yang selektif dan terkontrol.
Tujuannya pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat tetap bisa dilaksanakan seiring dengan target tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) yang dicanangkan.
Dalam acara sosialisasi sub nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Mamuju, Sulawesi Barat, Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Hanif Faisol Nurofiq yang hadir mewakili Direktur Jenderal memaparkan bahwa FOLU Net Sink 2030 merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai di sektor kehutanan dan penggunaan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan GRK sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yaitu tercapainya tingkat GRK sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
“Mendukung net zero emission sektor kehutanan, dan guna memenuhi NDC yang menjadi kewajiban nasional Indonesia sebagai kontribusi bagi agenda perubahan iklim global dengan memperhatikan visi Indonesia yang lebih ambisius dalam dokumen LTS-LCCR 2050,” ungkapnya, Senin, 13 Februari 2023.
Indonesia telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), dimana target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri pada Updated NDC (UNDC) sebesar 29% meningkat ke 31,89% pada ENDC, sedangkan target dengan dukungan internasional pada UNDC sebesar 41% meningkat ke 43,20%.
Secara bertahap target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia akan sejalan dengan kebijakan jangka panjang Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050) menuju net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Dalam jangka pendek, keseriusan Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim tergambar dalam agenda nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, dimana emisi dari sektor kehutanan dan lahan (FOLU) akan mencapai net sink pada tahun 2030.
Lebih lanjut, Hanif menekankan capaian FOLU Net Sink 2030 sangat ditentukan oleh pengurangan emisi dari deforestasi serta kebakaran dan dekomposisi lahan gambut.
Selain itu, upaya Indonesia untuk mencapai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 perlu diikuti dengan alokasi lahan yang selektif dan terkontrol untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat Indonesia.
Pijakan dasar utamanya adalah sustainable forest management, environmental governance, dan carbon governance.
Sejalan dengan target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat memiliki target yang sama dalam mendukung terselenggaranya penyusunan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sulawesi Barat.
Muhammad Idris, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat yang hadir mewakili Gubernur saat pembukaan acara sosialisasi memaparkan bahwa Sulawesi Barat memiliki luas wilayah 1.660.210,21 ha yang sebagian besar merupakan kawasan hutan yaitu seluas 1.068.232 ha atau 64,34 % yang merupakan potensi dalam upaya mengurangi emisi.
“Berdasarkan data penutupan lahan, wilayah Provinsi Sulawesi Barat memiliki areal yang masih berhutan seluas 814,855,71 ha atau 49,08 % yang harus kita jaga keberadaannya. Data ini juga berarti bahwa sebagian dari kawasan hutan sudah menjadi lahan terbuka yang harus mendapat perhatian dari kita semua,” tambahnya dalam menghimbau seluruh stakeholder untuk berkontribusi dalam upaya mencapai target FOLU Net Sink 2030. ***