Indonesia FoLU Net Sink 2030 bisa menjadi salah satu cara melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap meminimalkan deforestasi demi kelestarian hutan dan lingkungan.
Demikian dipaparkan Duta Besar Indonesia untuk Republik Korea Gandi Sulistiyanto pada sesi yang membahas tentang deforestasi di sesi parallel Kongres Kehutanan Sedunia ke-15 yang diselenggarakan di Seoul, Republik Korea, Senin 2 Mei 2022.
“Indonesia FoLU Net Sink telah memiliki payung hukum yang kuat dan memiliki Rencana Operasi detil yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Gandi.
Indonesia FoLU Net Sink 2030 adalah sebuah strategi untuk mencapai kondisi dimana penyerapan gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FoLU) sudah seimbang atau lebih besar dibandingkan emisinya pada tahun 2030.
Tercapainya Indonesia FoLU Net Sink 2030, bersama dengan penurunan emisi GRK di sektor lain seperti transportasi, industri, energi, dan pertanian, akan mewujudkan target yang tercatat dalam Nationally Determined Contribution (NDC), sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim global.
Gandi menjelaskan Indonesia FoLU Net Sink diantaranya dapat diterapkan dengan pengembangan perhutanan sosial di tingkat tapak. Perhutanan sosial bertujuan untuk menyejahterakan komunitas setempat atau masyarakat adat dengan menerapkan pola pengelolaan hutan dalam bentuk agroforestry.
Dengan agroforestry, masyarakat bisa memperoleh penghasilan melalui budi daya berbagai hasil hutan maupun pertanian di bawah tegakan hutan.
“Sejauh ini, Indonesia telah menerbitkan sekitar 4 juta hektare izin perhutanan sosial dengan 3.000 hektare diantaranya dimanfaatkan untuk produksi pertanian dan pangan,” kata Gandi.
Dia melanjutkan selain aksi di tingkat tapak, Indonesia memandang upaya untuk mengendalikan deforestasi juga harus secara simultan, terpadu dan sistematis dilakukan hingga tingkat global mencakup sektor-sektor lain di luar kehutanan.
Untuk itu, dalam Kepresidenan G20 Indonesia, sektor lingkungan dan kehutanan telah mengadakan Pertemuan Deputi Lingkungan dan Pertemuan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim yang pertama (EDM-CSWG ke-1) pada Maret 2022. Pertemuan ini memiliki agenda prioritas antara lain untuk mempromosikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan manfaat tambahan dari program pemulihan Pasca-COVID-19 dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kongres Kehutanan Sedunia ini digelar setiap 6 tahun sekali dan merupakan pertemuan paling besar para pihak di sektor kehutanan. Kongres dihadiri oleh pejabat-pejabat senior pemerintah, akademisi, LSM, pelaku usaha, dan kalangan muda.
Kongres yang pertama kali digelar di Indonesia 43 tahun lalu itu mencari solusi berbagai isu lingkungan hidup dan kehutanan terkini termasuk yang terkait dengan pengendalian perubahan iklim.
Presiden Republik Korea Moon Jae-in dalam pidato pembukaan kongres mengatakan siap bekerja sama dengan komunitas Internasional untuk melindungi hutan. Presiden Moon menuturkan, Republik Korea siap berbagi pengalaman dalam merestorasi hutan pasca kehancuran di masa perang.
Presiden Moon juga menekankan pentingnya kerjasama antara negara maju dan berkembang. Dia menegaskan Korea Selatan berencana untuk menggandakan bantuan pembangunan pada tahun 2030 dan memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara berkembang dalam rangka pemulihan hutan.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang berbicara melalui pesan video yang disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Amina Mohammed menyerukan pengakuan yang lebih kuat akan peran hutan dan mengajak semua pihak beraksi nyata dalam menjaga kelestarian hutan. ***