Selasa, 3 Desember 2024

Dua Mekanisme Utama Perdagangan Karbon di Indonesia, PBPH Wajib Tahu

Latest

- Advertisement -spot_img

Ada dua mekanisme utama perdagangan karbon di Indonesia untuk mendukung penurunan emis gas rumah kaca dan mencapai taget yang telah dicanangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

Mekanisme perdagangan karbon itu dipaparkan saat Sosialisasi Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, di Kota Pekanbaru, Riau, 24 Agustus 2023.

Hadir pada kesempatan itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Ketua APHI Komda Riau, dan sejumlah pimpinan perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

Menurut Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto Indonesia memiliki target NDC dan pencapaian yang ambisius dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Maka diperlukan dukungan dan komitmen seluruh pihak, baik pemerintah, sektor swasta, masyarakat, NGO, dan seluruh aktor sektor kehutanan untuk mendukung pengendalian perubahan iklim nasional dan global,” kata Agus.

Dia menjelaskan, salah stau pendekatan yang digunakan untuk mendukung pengendalian perubahan iklim adalah dengan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk perdagangan karbon.

Pada kesempatan itu terungkap perdagangan karbon memiliki dua mekanisme utama: perdagangan emisi dan offset emisi.

Selain dua mekanisme itu, ada juga juga mekanisme pembayaran berbasis kinerja (result based payment), pungutan atas karbon, dan kombinasi dari skema yang ada.

Dalam mekanisme Perdagangan Emisi atau yang biasa disebut juga sebagai sistem cap and trade, Para pelaku usaha (perusahaan atau organisasi), wajib mengurangi emisi GRK dengan ditetapkannya Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) atau emission cap.

Setiap pelaku usaha (misal: Sektor Pembangkit listrik) diberikan batas atas GRK yang dapat diemisikan (cap), dan pada akhir periode, Pelaku Usaha tersebut harus melaporkan jumlah emisi GRK Riil yang telah mereka lepaskan.

Pelaku Usaha yang melepaskan emisi GRK yang lebih besar dari batas atas yang telah ditentukan baginya atau defisit, maka harus membeli surplus emisi GRK dari Pelaku Usaha lain.

Untuk mekanisme Offset emisi (offset karbon), yang diperjualbelikan adalah hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan/penyimpanan karbon.

Penurunan emisi GRK ini diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan/aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim.

Oleh karena itu biasanya pada awal aksi mitigasi yang dilakukan oleh Pelaku Usaha, harus bisa dibuktikan terkait praktik atau teknologi yang digunakan (common practice), meliputi praktik/ teknologi sebelum adanya aksi mitigasi untuk mengetahui emisi baseline untuk kemudian pada akhir periode, diukur/diverifikasi pencapaian dari hasil aksi mitigasinya melalui proses yang biasa disebut MRV (Monitoring, Reporting and Verification).

Penurunan emisi GRK ini kemudian digunakan oleh Pelaku usaha untuk dijual atas surplus penurunan (offset) emisinya kepada Pelaku Usaha lain, sehingga pembeli bisa mengklaim telah mengurangi tingkat emisi GRK-nya tanpa melakukan aksi mitigasi sendiri.

Bentuk-bentuk aksi mitigasi yang dapat menurunkan emisi GRK melalui penyerapan dan penyimpanan karbon sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023 dilakukan melalui 22 aksi mitigasi.

Diantaranya bisa dilakukan oleh perusahaan PBPH yaitu, Pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut serta mangrove; Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, lahan gambut dan mangrove; Pembangunan hutan tanaman; Pengelolaan hutan lestari (melalui Multiusaha Kehutanan, Reduce Impact Logging-Carbon dan Silvikultur Intensif), Rehabilitasi hutan dan lainnya.

Hal itu menjadikan aksi mitigasi secara nyata oleh Pelaku Usaha pada Sektor Kehutanan sangatlah penting dalam penurunan emisi GRK dan pengendalian perubahan iklim.

Berdasarkan catatan KLHK Provinsi Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat memiliki potensi besar dalam mendukung penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan.

Terdapat 77 Unit Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di wilayah ini, dengan sebagian besar sudah memiliki sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL).

Oleh karena itu, implementasi Pengelolaan Hutan Lestari yang dilakukan oleh PBPH akan memberikan dampak yang nyata dalam aksi penurunan emisi GRK. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles