Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, memaparkan strategi pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030 merupakan suatu kondisi dimana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.
Dalam acara Sosialisasi Sub Nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Lampung, Senin, 22 Agustus 2022, Ruandha menjelaskan bahwa FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FOLU.
11 langkah itu adalah Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; Pengurangan laju deforestasi lahan gambut; Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral; dan Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut.
Kemudian ada Pembangunan hutan tanaman; Sustainable forest management; Rehabilitasi dengan rotasi; Rehabilitasi non rotasi; Restorasi gambut; Perbaikan tata air gambut; dan Konservasi keanekaragaman hayati.
Selain itu, menurut Ruandha, ke depan mangrove menjadi peluang untuk dielaborasi dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030.
Saat ini kapasitas mangrove dalam mengurangi emisi dari sektor lahan belum diperhitungkan baik di dalam NDC maupun di dalam dokumen LTS-LCCR 2050.
“Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan yang sama, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Pijakan dasar utamanya adalah sustainable forest management, environmental governance, dan carbon governance,” kata Ruandha yang hadir secara virtual.
Ruandha melanjutkan inti dari kegiatan FOLU adalah kegiatan teknis di tingkat tapak melalui 3 aksi.
Pertama, aksi pengurangan emisi gas rumah kaca, misalnya dengan pengendalian karhutla dan mengurangi deforestasi.
Kedua, aksi mempertahankan serapan emisi, dengan cara menjaga dan mempertahankan kondisi tutupan hutan-hutan yang ada.
Ketiga, meningkatkan serapan emisi, dengan rehabilitasi hutan dan lahan serta membuat hutan-hutan tropis baru.
Pada tahun 2030 Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca 29% dari Business As Usual dan bisa mencapai 41% lebih rendah apabila ada dukungan dari international.
Dari target penurunan emisi 41% tersebut, 24,1% berasal dari sektor kehutanan, artinya sektor kehutanan memiliki porsi terbesar, yakni 60% dari total komitmen Indonesia untuk menurunkan emisinya.
“Sektor kehutanan menjadi tumpuan Indonesia untuk bisa menurukan emisi gas rumah kacanya, oleh karena itu, kita harus menyusun Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sampai ke tingkat provinsi dan daerah agar penurunan emisi 60% dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat tercapai,” tegas Ruandha. ***