Komoditas yang dihasilkan dari areal perhutanan sosial yang dikelola dengan pola agroforestry tembus pasar ekspor dengan tujuan Jepang. Komoditas yang diminati tersebut diantaranya pete, cabe, nangka, daun pepaya, hingga jengkol.
Pelepasan ekspor komoditas hasil perhutanan sosial dilakukan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar, di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.
“Ini ada satu contoh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kelompok Tani Hutan (KTH) Sukobubuk Rejo, Pati, Jawa Tengah, dengan areal kurang lebih 100 Ha, saat ini sudah bisa mengekspor hasil agroforestry ke Jepang, seperti pete, jengkol, cabai, nangka, daun pepaya, yang Insha Allah akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat” ujar Menteri Raja Juli.
Menteri Raja menambahkan jika ia dan wakil menteri di Kementerian Kehutanan siap melaksanakan perintah Presiden Parbowo Subianto untuk memastikan hutan menjadi tulang punggung swasembada pangan. “Jadi hutannya tetap lestari, masyarakatnya sejahtera dari hasil hutan yang akan menjadi bagian dari swasembada pangan,” imbuh Menteri Raja Juli.
Program Perhutanan Sosial merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan, melalui pemberian akses kelola kawasan hutan yang diberikan selama 35 tahun kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Sampai dengan saat ini, Capaian Perhutanan Sosial telah tercapai seluas ±8.018.575 Ha terdiri dari 10.952 Unit SK untuk penerima manfaat sebanyak 1.385.998 KK yang tersebar di Seluruh Provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta.
Dari Kelompok Perhutanan Sosial yang telah mendapatkan SK Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial tersebut, mereka membentuk unit bisnis Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) berdasarkan komoditas berupa Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan.
Saat ini, telah terbentuk KUPS sebanyak 14.671 KUPS dengan 116 komoditas yang terdiri dari Hasil Hutan Kayu sebanyak 3,55%, Hasil Hutan Bukan Kayu (82,47%), dan Jasa Lingkungan (13,98%).
Dalam pengelolaan perhutanan sosial, pola agroforestry merupakan model yang paling tepat karena memberikan banyak manfaat dan keuntungan, salah satunya dapat meningkatkan tutupan lahan dan dapat menghasilkan komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu, seperti : petai, jengkol, cabai, jagung, kopi, kemiri, minyak kayu putih, empon-empon, dll.
Pada kesempatan ini, komoditas agroforestry yang diekspor KTH Sukobubuk Rejo didominasi oleh komoditas pete. Pete yang akan diekspor adalah sebanyak 500 Kg, bersama dengan komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya yang terdiri dari jengkol, cabai rawit orange, cabai merah keriting, cabai rawit hijau, daun salam, bunga pepaya, kelapa parut, nangka muda rebus dan daun singkong rebus.
Total kuantitas ekspor kali ini adalah 9 ton (1 Kontainer 20 Feet) dengan nilai transaksi ekonomi sebesar Rp989.000.000.
Produk petai yang dihasilkan merupakan hasil dari program Kebun Bibit Rakyat (KBR) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) sebagai bentuk kolaborasi bersama pemulihan lahan Rehabiltasi Hutan dan Lahan (RHL).
Pelepasan Ekspor komoditas agroforestry dari KPS Sukobubuk Rejo ke Jepang ini difasilitasi oleh PT. Asha Nouva International Indonesia dengan Sariraya Co. Ltd Japan, yang keduanya telah bekerjasama dengan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian LHK RI. ***