Seluas 30 juta hektare di berbagai lokasi di Indonesia potensial untuk dikelola dengan skema multi usaha kehutanan oleh pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan, Khairi Wenda menjelaskan bahwa multi usaha kehutanan memiliki beberapa poin besar yang salah satunya adalah peningkatan penutupan lahan yang berfungsi dalam pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“PBPH yang diberikan tidak hanya berorientasi pada kayu, namun harus dapat mengoptimalkan seluruh potensi kehutanan. Termasuk pemanfaatan jasa lingkungan hingga hasil hutan bukan kayu,” ujar Wenda saat diskusi Pojok Iklim, Rabu, 15 Februari 2023.
Rekonfigurasi pengelolaan hutan secara lestari menempatkan hutan sebagai satu kesatuan ekosistem lanskap.
Diantaranya meliputi penguatan akses legal kepada masyarakat, persetujuan lingkungan dengan mengedepankan keberlanjutan ekologi, serta peningkatan nilai ekonomi berbasis multi usaha kehutanan.
“Sehingga di dalam implementasi kebijakan pengelolaan hutan lestari, lima pilar harus secara imbang terpenuhi. Diantaranya kepastian kawasan, jaminan berusaha, peningkatan produktivitas hutan, tumbuhnya diversifikasi produk, hingga menghadirkan daya saing hasil hutan Indonesia di tataran internasional,” tambah Wenda.
Wenda menjabarkan bahwa berdasarkan data Kementerian LHK per tanggal 8 September 2022, sebanyak 30 juta hektar kawasan hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk multi usaha kehutanan oleh pemegang para PBPH.
Tersebar di pulau-pulau besar seperti Sumatera dan Kalimantan, terdapat potensi pemanfaatan multi usaha di Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 11,09 juta hektare, di Hutan Alam (HA/HPH) seluas 18,28 juta hektare dan kawasan Restorasi Ekosistem (RE) seluas 0,6 juta hektare.
“Tentu ini merupakan potensi yang sangat besar dan KLHK mendorong para pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan untuk segera mengoptimalkan dengan mengedepankan keseimbangan sosial, ekonomi dan ekologi,” kata Wenda. ***