Rabu, 15 Januari 2025

Teknologi LIDAR dan Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi Untuk Pemantauan Terumbu Karang

Latest

- Advertisement -spot_img

Tahun 1994, para ahli kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar uji-coba penerapan Light Detection and Ranging (LIDAR) digabung citra satelit penginderaan jauh guna memantau pertumbuhan serta kondisi terumbu karang. 

Tim BPPT, Ridwan Djamaluddin dan Wahyu Pandoe bergabung bersama Tim Australia membawa sensor LIDAR yang diangkut pesawat Fokker F-27. 

Perairan Enggano di Provinsi Bengkulu menjadi sasaran wilayah uji-coba.  Saat itu berhasil dibuat peta batimetri, atau peta kedalam laut, secara cepat dan dengan menggabungkannya dengan data digital dari satelit resolusi 30 meter.

Dari hasil pemantauan dapat diprediksi kondisi terumbu karang sekaligus dapat dipakai untuk memperbaharui peta hidrografi demi keselamatan navigasi pelayaran. 

LIDAR merupakan sistem sensor memanfaatkan panjang gelombang tampak, antara 0,4 – 0,7 mikrometer, warna Biru – Hijau – Merah dan kombinasinya.  Dari angkasa, sinar gelombang tampak dipancarkan ke laut, kemudian direkam gelombang pantulan-baliknya, sehingga dapat dibuat peta batimetri, atau peta kedalaman laut hingga kedalam 25 meter. 

30 Tahun telah berlalu.  Pada Konperensi Internasional Terumbu Karang, “International Conference for Sustainable Coral Reefs”, di Manado, Sulawesi Utara, 13 – 15 Desember 2024 lalu, teknologi mutakhir satelit penginderaan jauh dan LIDAR ditampilkan oleh para ahli dari Indonesia, Tiongkok dan Amerika Serikat. 

Bila tahun 1994, satelit yang digunakan memiliki resolusi 30 meter, artinya benda berukuran 30 X 30 meter dapat terpantau, maka Tiongkok sudah menggunakan satelit penginderaan jauh dengan resolusi 0,7 meter. 

Ini berarti, ukuran rinci terumbu karang dapat dipantau dengan jelas. Tim dari China Association of  Remote Sensing Application (CARSA), yang merupakan mitra dari Masyarakat Penginderaan jauh Indonesia (MAPIN), memantau kondisi terumbu karang dari pulau pulau kecil dan berhasil memonitor luas terumbu karang, sekaligus kondisi karang tadi, apakah sehat, pudar, atau mati.  Kondisi ini kemudian dikorelasikan dengan progress perubahan iklim, utamanya yang berkaitan dengan pemanasan global.  Tim CARSA juga menurunkan sistem pemantau di laut berupa pelampung laut dan kamera bawah laut guna memverifikasi kondisi lapangan dibanding data dari satelit.

Tim dari Amerika Serikat datang dari Jurusan Marine Geosciences, University of Miami di Florida.  Professor Sam Purkis, Ketua Jurusan Marine Geosciences, University Miami, adalah yang melaksanakan ekspedisi OceanX di wilayah Indonesia, bersama ahli ahli Indonesia, antara lain Dr.Marina Frederik dari Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN), serta Professor Alex Masengi dari Universitas Sam Ratulangi, Manado, Mei – Agustus 2024 lalu.

Sistem LIDAR yang dibawa Professor Sam Purkins, sudah bisa diangkut oleh pesawat kecil bermesin tunggal.  Pesawat tadi bahkan menjadi bagikan dari peralatan kapal riset mereka.  Teknologi semakin maju, sekarang teknologi LIDAR cukup diterbangkan oleh Pesawat Tanpa Awak, atau drone. 

Sudah pasti bobot sensor LIDAR semakin ringan dan kegiatan survey menjadi semakin murah.  Tidak sampai disitu, pada Konperensi Internasional Terumbu Karang di Manado tadi, Sam Purkins memperlihatkan teknologi mutkahir untuk pemantauan terumbu karang, yaitu teknologi Fluid Cam yang dikembangkan Badan Penerbangan dan Antariksa AS – NASA. 

Di sini, kamera fluid cam diangkut drone dan melaksanakan survey terumbu karang di laut.  Hasilmya, penampakan gelombang laut dapat eliminasi, sehingga citra dan potret yang dihasilkan adalah citra resolusi tinggi batimetri terumbung karang, termasuk klasifikasi terumbu karang tadi, dari kondisi sangat baik hingga kondisi sangat buruk.

Jelas, teknologi ini sangat sesuai untuk memantau terumbu karang secara cepat di perairan Indonesia, yang luas terumbu karangnya 65.000 Kilometer-persegi.  Ini tidak hanya berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam laut tempat ikan memijah saja, namun juga untuk membuat peta hidrografi baru secara cepat guna mendukung keselamatan navigasi di laut, karena terumbu karang yang terus bertumbuh dapat mengakibatkan kecelakaan kapal dilaut disebabkan menabrak karang. 

Sebagai tindak lanjut Konperensi Internasional tadi, dalam waktu dekat, para ahli Indonesia akan menggelar uji coba mutakhir pemantauan terumbu karang menggunakan tekologi modern, bersama pihak Tiongkok dan dengan para ahli dari Amerika Serikat. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles