Senin, 2 Desember 2024

Mitigasi Perubahan Iklim lewat Perdagangan Karbon, Peran Multi Pihak Sangat Penting

Latest

- Advertisement -spot_img

Perdagangan karbon merupakan salah satu pendekatan dalam mitigasi perubahan iklim. Dalam pelaksanaannya penting untuk melibatkan multi pihak dan seluruh aktor dengan berkolaborasi.

Demikian mengemuka dalam seminar nasional tentang pengenalan dan perkembangan perdagangan karbon di Indonesia secara hybrid (luring dan daring) yang diselenggarakan oleh Belantara Foundation bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, dan PT. Syslab, Senin, 6 November 2023.

Seminar hybrid yang dikombinasikan dengan training ini didukung oleh berbagai pihak antara lain Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jawa Barat (BPD HIPMI Jabar) dan PT. Gaia Eko Daya Buana. 

Seminar nasional secara luring diadakan di Ruang Teater Lantai 10 Gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring diadakan melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube Belantara Foundation. Acara ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.8 (BLS Eps.8).

Pada perhelatan kali ini, panitia pelaksana menggandeng 6 universitas sebagai kolaborator yang mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.8 bagi mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. Ke-6 universitas tersebut yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna yang menjadi salah satu keynote speaker pada acara ini mengatakan bahwa seminar nasional ini tujuan utamanya untuk meningkatkan penyadartahuan dan pemahaman stakeholders mengenai regulasi dan kebijakan serta prosedur dan mekanisme perdagangan karbon di Indonesia. 

Tujuan lain untuk meningkatkan kapasitas stakeholders terkait penghitungan nilai ekonomi karbon terutama pada sektor kehutanan dan energi, serta bagaimana tata cara perdagangannya melalui bursa karbon yang mekanismenya telah diatur oleh pemerintah.

Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu melalui implementasi kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk di dalamnya yaitu mekanisme penurunan emisi dengan skema perdagangan karbon. 

“Perdagangan karbon dan mitigasi perubahan iklim sangat erat kaitannya, karena perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme berbasis pasar yang digunakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim,” imbuh Dolly.

“Diperlukan kolaborasi, dukungan dan komitmen multi-pihak, baik pemerintah, akademisi, sektor swasta, masyarakat, NGO maupun seluruh aktor kehutanan dan energi dalam rangka mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada tingkat nasional maupun global”, tegas Dolly yang juga​ anggota Commission on Ecosystem Management IUCN. 

Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) baru-baru ini menerbitkan Laporan Sintesis atas Laporan Penilaian Keenam mengenai situasi iklim terkini pada Senin, 20 Maret 2023.

Dalam laporan tersebut memperingatkan bahwa pemanasan global di abad ini telah mencapai 1,1 derajat celcius dan akan melampaui batas 1,5 derajat celcius jika tidak ada penurunan drastis pada emisi gas rumah kaca (GRK). Bagi banyak negara, perubahan iklim telah terlihat dan seringkali melanda masyarakat yang paling rentan.

Sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dan meningkatkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Komitmen tersebut dibuktikan oleh Pemerintah Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi GRK Dalam Pembangunan Nasional.

Peraturan Presiden tersebut salah satunya berisi tentang Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar 29% dibandingkan Business as Usual (BAU) di tahun 2030 dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional.

Dalam upaya pemenuhan target NDC tersebut, sektor kehutanan diharapkan berkontribusi sebesar 17.4% dan sektor energi sebesar 12,5% dari total target NDC.

Sementara itu, Deputy Operation Manager PT. Syslab, Arief Setiawan, mengatakan manajemen PT. Syslab memiliki visi dan misi untuk ikut peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam kegiatannya, PT Syslab tidak hanya business profit oriented dalam pengelolaan lingkungan akan tetapi kami ikut peran serta dengan edukasi dan seminar melalui Syslab Learning Institute

Menurut Arief, terkait tema kali ini yakni Perdagangan Karbon (Carbon Trading) di Indonesia sepatutnya perlu menjadi perhatian agar kebermanfaatannya dapat dirasakan untuk masyarakat Indonesia dan Global.

PT Syslab sendiri mengembangkan untuk pendampingan teknis bagi perusahaan yang akan menjalankan pengelolaan dan perdagangan karbon melalui Syslab Study Team

Sesuai dengan tagline Syslab: Science for Nature dengan pengertian bahwa pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan kolaborasi berbagai lintas ilmu sehingga Syslab menterjemahkan dengan kerja sama dengan Universitas Pakuan sebagai institusi Pendidikan sebagai wadah ilmuwan. 

Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional pada Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wahyu Marjaka, menjelaskan bahwa sejak Protokol Kyoto bahkan jauh sebelum itu, Indonesia sudah mulai secara bertahap melakukan komitmen untuk penguatan pengurangan gas emisi rumah kaca.

Pada tahun 2015, pemerintah di seluruh dunia berkomitmen lebih kuat lagi untuk pengendalian emisi gas rumah kaca secara global.

Indonesia meratifikasi Paris Agreement melalui Undang Undang No. 16 tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim).

Semenjak itu, Indonesia mendesain berbagai tataran tahap demi tahap regulasi menjadi dasar implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK).  

“NEK sangat penting menjadi salah satu dari berbagai regulasi atau substansial yang akan dilakukan Indonesia termasuk di dalamnya dari berbagai sektor NDC. Tidak hanya menjadi ukuran komitmen Indonesia tetapi juga menjadi dasar-dasar keberlanjutan di berbagai pembangunan di Indonesia,” ujar Wahyu.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Didik Notosudjono menyampaikan bahwa insan perguruan tinggi memiliki peran penting yang strategis dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Selain penyadartahuan (awareness) dan edukasi kepada masyarakat melalui program KKN, PKM, dan MBKM, para dosen dan mahasiswa juga dapat melakukan riset-riset dengan memanfaatkan teknologi terkini, yang dapat membantu dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi lebih efektif. 

“Melalui upaya tersebut, harapannya akan muncul kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi GRK”, pungkas Didik.

Kepala Unit Pengembangan Carbon Trading & Inisiatif Baru Bursa Efek Indonesia, Edwin Hartanto menjelaskan IDXCarbon berupaya untuk memberikan transparansi, keandalan, dan keamanan dalam memberikan solusi terbaik bagi perdagangan karbon di Indonesia sehingga tercipta perdagangan yang teratur, wajar, dan efisien. 

IDXCarbon memiliki 4 mekanisme atau jenis pasar yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan yaitu Pasar Reguler, Pasar Negosiasi, Pasar Lelang, dan Marketplace.

“Harapan kami, selain kemudahan, keamanan, dan reliability, para pelaku perdagangan karbon akan memiliki fleksibilitas yang pada akhirnya akan mendorong perdagangan sesuai visi dan misi Pemerintah, OJK, dan Bursa Efek Indonesia.,” katanya. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles