Tanggal 2 November 2023 menjadi deadline bagi perusahaan perkebunan yang beroperasi di dalam kawasan hutan untuk mengurus perizinan sesuai ketentuan dalam Undang-undang Cipta Kerja Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat total luas perkebunan sawit dalam kawasan hutan di Indonesia mencapai 3,37 juta hektare.
Menurut Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, jumlah pengusaha sawit yang terindikasi menjalankan bisnis dalam kawasan hutan saat ini sudah 90 persen mengurus izin sesuai UUCK.
“Dalam satu sampai dua hari ini kami yakin semuanya bisa masuk dalam subjek hukum,” kata Bambang Senin, 30 Oktober 2023, seperti dikuti forestinsights.id dari Antara.
Berdasarkan UUCK penyelesaian perkebunan di dalam kawasan hutan akan menjadi dua klaster tipologi, yaitu pasal 110A dan 110B.
Pasal 110A adalah perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun, mempunyai izin usaha perkebunan, dan sesuai tata ruang pada saat izin diterbitkan, namun statusnya saat ini berada pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi.
Sedangkan, Pasal 110B mengatur mengenai penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi namun tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan.
“Kalimantan Tengah dan Riau mendapat perhatian besar karena memang Pasal 110 A itu kami sebut dispute ruang dan dispute regulasi,” kata Bambang.
Dari 3,37 juta hektare perkebunan sawit di dalam kawasan hutan, rinciannya adalah di dalam kawasan hutan konservasi seluas 91.074 hektare, di hutan lindung seluas 156.119 hektare, di hutan produksi tetap mencapai 501.572 hektare, di hutan produksi terbatas seluas 1,49 juta hektare, dan di hutan produksi konversi seluas 1,13 juta hektare.
Satuan Tugas Tata Kelola Sawit mewajibkan pelaku usaha korporasi perkebunan sawit dalam kawasan hutan untuk melakukan pendaftaran secara mandiri melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan atau disingkat Siperibun milik Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Bila pelaku usaha dalam kawasan hutan telat mengurusi izin, sesuai UUCK maka pemerintah akan memberikan sanksi mulai dari denda administratif hingga sanksi pidana kehutanan. ***