“Beri aku sepuluh pemuda, akan ku-guncang Dunia”. Demikian pidato menggelegar Sang Proklamator dan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno, pada dekade 1950-an lalu.
Semangat anak muda ternyata terus menggelora di tubuh 10 insinyur generasi penerus yang sama-sama datang dari Kampus Ir. Soekarno, Kampus Ir. Djuanda, Mantan Perdana Menteri RI dan Kampus Professor B. J. Habibie, Presiden ketiga RI, yaitu dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kesepuluh Insinyur tadi adalah Rejeki Simanjorang, Donny Paryana, Ilman Pamungkas, Suharyadi P., Sudarminto S., Bambang S., Yorgi Ndaomanu, Indra Permana, Kartini Ismiati dan Harris Perdana. Mereka bergabung dan merancang-bangun sebuah pesawat transport bertenaga listrik bernama VELA-Alpha. Sebuah perusahaanpun lalu mereka bentuk, bernama PT. Vela Prima Nusantara.
Chief Engineer Vela Prima Nusantara, Ilman Pamungkas rancang-bangun pesawat Advanced Air Mobility (AAM) bertenaga listrik, yang bisa beroperasi seperti helikopter dan mampu mengangkut 1 Pilot dan 6 penumpang itu di hadapan para anggota Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 22 Januari 2025.
Bertindak sebagai moderator adalah Professor Harijono Djojodihardjo, anggota CTIS, Guru Besar Emiritus Teknik Penerbangan ITB, yang tiada lain adalah mantan dosen para insinyur muda tadi.
Ilman Pamungkas mengawali paparannya tentang AAM, yang berupa pesawat mobil udara berteknologi maju untuk transportasi di wilayah urban dan wilayah regional.

Kajian potensi pasar pesawat AAM memperlihatkan bahwa pada tahun 2030, Dunia membutuhkan sekitar 7000 pesawat AAM, separuh diantaranya untuk wilayah Asia Pasifik. Kebutuhan pesawat jenis AAM ini akan meningkat terus menjadi 47.000 di tahun 2040, dimana 24.000 pesawat diantaranya akan beroperasi di wilayah Asia Pasifik. Sudah pasti, negara kepulauan seperti Indonesia akan membutuhkan banyak pesawat jenis ini.
Oleh sebab itu, tahap pertama yang mereka bangun adalah pesawat untuk taksi udara wilayah urban dengan radius jangkauan sekitar 100 kilometer, cocok untuk angkutan antar-kota, untuk transportasi dari pusat kota ke bandara, untuk evakuasi medis, juga untuk pariwisata.
Hasil kajian awal, transportasi menggunakan kendaraan taksi dari pusat kota Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta membutuhkan waktu 60 hingga 90 menit, karena kemacetan lalu lintasnya, sedang dengan pesawat VELA-Alpha hanya membutuhkan waktu 8 menit saja.
Ilman juga menyampaikan bahwa pesawat VELA-Alpha bertenaga listrik, berarti skala kebisingan akan turun dan mengurangi emisi karbon. Juga berkemampuan Vertical Take Off & Landing (VTOL), sehingga tidak memerlukan landasan pacu. Disamping itu, lewat perkembangan teknologi digital saat ini maka VELA-Alpha bisa bermitra dengan sistem transportasi darat lewat program “Ride-Sharing”, atau menumpang bersama.
Markas Vela Prima Nusantara berada di dalam kompleks Pabrik Pesawat Terbang Dirgantara Indonesia (PT DI) di Bandung. Disanalah kegiatan rancang-bangun pesawat digelar. Direncanakan, kegiatan produksi pesawat VELA-Alpha akan dilaksanakan di fasilitas PT DI tadi.
Sedang uji terowongan angin pada model pesawat telah dilaksanakan di Laboratorium Aeordinamika, Gas dan Getaran (LAGG) di Puspiptek Serpong, Jawa Barat. Untuk Uji-Simulasi dilaksanakan di Laboratorium Vela Prima Nusantara sendiri.
Ilman dan group insinyur muda Indonesia ini mentargetkan bahwa Desain Rekayasa Rinci (Detailed Engineering Design) sudah bisa selesai pada tahun 2025 ini. Sedang terbang perdana diharapkan akan berlangsung tahun 2026 dan sertifikasi pesawat akan selesai pada tahun 2027, siap memasuki tahapan produksi.
Telah dijalin kerja sama dengan industri-industri pesawat terbang dunia untuk pengadaan baling baling, motor listrik, material komposit, baterai listrik, roda pendarat, struktur pesawat, kontrol pesawat dan avionic, untuk membangun VELA-Alpha sesuai Desain Rekayasa Rinci para Insinyur Indonesia.
Saat tampil pada Singapore Air Show 2024 lalu, telah terhimpun minat awal dari para kostumer untuk membeli pesawat VELA-Alpha sebanyak 120 unit.
Peserta diskusi CTIS sangat mendukung program unggulan para insinyur muda Indonesia tadi, dengan harapan dukungan datang pula dari pemangku kepentingan, seperti, kiranya untuk uji laboratorium di Puspiptek Serpong serta uji konstruksi Sekala 1:1 di Labortorium BRIN Puspiptek Serpong tidak dikenakan biaya.
CTIS juga berharap kiranya Kementerian Perhubungan dapat memperlancar program Sertifikasi VELA-Alpha pada tahun 2027. Kementerian Keuangan diharapkan bisa mendukung dengan memberikan insentif pajak 300% untuk kegiatan rancang-bangun pesawat sesuai Peraturan Pemerintah. Sedang Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) dapat mengucurkan dana hibah riset guna menunjang penyelesaian rancang-bangun hingga uji terbang pesawat VELA-Alpha tadi.
Diharapkan pula, Kementerian Luar Negeri, dapat memfasilitsi pertemuan antara VELA dengan calon calon peminat pada Dubai Air Show 2025 mendatang. ***