Teknologi dan inovasi diperlukan untuk mendorong kinerja industri kehutanan sehingga mampu mengoptimalkan manfaat produk hasil hutan dan mendukung pengelolaan hutan lestari.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dida Migfar Ridha mengatakan saat ini paradigma pengelolaan hutan telah berubah dari berbasis tegakan kayu (timber oriented) menjadi pengelolaan hutan berbasis lansekap (forest landscape management) melalui pendekatan model bisnis multiusaha kehutanan.
“Multiusaha kehutanan adalah implementasi dari sistem pemanfaatan ruang kawasan hutan yang terintegrasi dengan mendorong peningkatan nilai ekonomi riil lahan hutan dan peningkatan prosentase produktivitas hutan melalui berbagai kegiatan usaha kehutanan, baik yang menghasilkan produk barang maupun jasa lingkungan hutan,” kata Dida saat Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XVII di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Selasa, 10 September 2024.
Lebih lanjut Dida mengatakan, nilai tambah produk hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK) diharapkan semakin meningkat melalui industri pemegang perizinan berusaha pengolahan hasil hutan (PBPHH). Industri PBPHH dapat diintegrasikan dengan perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)
“Integrasi antara usaha pemanfaatan hutan dan pengolahan hasil hutan yang berkelanjutan menjadi krusial dalam memastikan bahwa sumber daya hutan dapat terus memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial sekaligus melestarikan lingkungan,” kata Dida.
Sebagai insentif, KLHK telah mengembangkan kebijakan pemberian persetujuan operasional kegiatan pengolahan hasil hutan (POKPHH) untuk integrasi PBPH dan PBPHH dalam rangka mendukung implementasi Multiusaha Kehutanan dan peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan di tingkat tapak
Dari sisi pemasaran, KLHK memberikan dukungan berupa sertifikasi yang bersifat mandatory bagi produk olahan hasil hutan yang akan diekspor dengan mengimplementasikan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).
Dampaknya tren ekspor produk olahan hasil hutan meningkat dari 10,93 miliar dolar AS pada tahun 2017 menjadi 13,17 miliar dolar AS di tahun 2023.
Dida menekankan pentingnya teknologi dan inovasi untuk optimalisasi pemanfaatan hasil hutan. “Teknologi dalam pemanfaatan hasil hutan harus terus berkembang, terutama implementasi pengelolaan hutan tanaman dan pemanfaatan HHBK dengan daur yang pendek sehingga secara ekonomi dan meningkatkan nilai kawasan hutan,” katanya.
Diantara yang dibutuhkan adalah teknologi pengolahan kayu muda dan lesser known species; pengawetan kayu, penggunaan spineless rotary late untuk mengurangi limbah kayu, dan perekat ramah lingkungan
“Teknologi modernisasi tersebut harus mampu mengolah bahan baku secara efisien dan menghasilkan desain produk yang mampu memenuhi demand driven serta berdaya saing tinggi,” katanya.
_________
Dida berharap agar MAPEKI terus konsisten mendukung pengelolaan industri kehutanan nasional melalui penelitian, pengembangan, dan inovasi hasil hutan
Seminar tersebut turut dihadiri Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjung Pura, Dr. Farah Diba dan Ketua Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia, Dr. Tommy Listyanto. ***