Meski beroperasi di hutan produksi, Perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) tetap memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dengan mengalokasikan konsesinya untuk kepentingan preservasi.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Ristianto Pribadi menegaskan bahwa hutan adalah bagian penting dari sumber daya pembangunan ekonomi nasional.
“Kegiatan ekonomi bisa dilaksanakan sepanjang layak secara ekonomi, diterima secara sosial, dan berkelanjutan secara ekologis,” tegas Ristianto saat diskusi panel bertajuk “Orchestration of Preservation-Based Production Forest Management” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Senin, 18 November 2024.
Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 125,92 juta hektare. Seluas 27,43 hektare telah ditetapkan sebagai hutan konservasi dan 29,66 juta hektare dialokasikan sebagai hutan lindung.
Sementara kawasan hutan yang dialokasikan sebagai hutan produksi seluas 29,22 juta hektare, untuk hutan produksi terbatas seluas 26,79 hektare, dan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk mengantisipasi kebutuhan pembangunan seluas 26,79 hektare.
Berdasarkan Undang-undang (UU) No.32 tahun 2024 tentang Perubahan UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, ada ketentuan tentang pengelolaan Areal Preservasi untuk menjamin penerapan prinsip konservasi pada ekosistem penting di luar kawasan hutan konservasi.
Aspek keberlanjutan perlindungan ekosistem hutan juga telah diatur pada Peraturan Menteri LHK No 8 tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Sebelumnya juga ada Keputusan Menteri LHK No. 9895 tahun 2022 yang mengatur aspek-aspek legalitas dan kelestarian dalam Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).
Ristianto, yang akrab dipanggil Tito mengungkapkan saat ini sekitar 43,55% kawasan hutan produksi dikelola oleh 575 unit PBPH. “Berdasarkan ketentuan yang ada dan komitmen dari pemegang perizinan, saat ini ada 20% atau sekitar 5,3 juta hektare areal preservasi dari areal kerja PBPH,” ungkap dia.
Areal preservasi pada konsesi diantaranya berupa koridor satwa, kubah gambut, dan areal rehabilitasi.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan Satyawan Pudyatmoko menjelaskan bahwa saat ini sedang disiapkan peraturan pelaksana untuk implementasi regulasi tentang Areal Preservasi seperti diatur dalam UU 32/2024.
“Pemilik lahan dan juga pemegang konsesi harus memastikan bahwa areal yang mereka kelola tetap berfungsi sebagai penyangga kehidupan melalui aksi-aksi konservasi,” katanya.
Deputy Director Stakeholder Engagement, Sustainability APRIL Group Dian Novarina mengunkapkan, pihaknya menerapkan konsep Produksi-Proteksi dalam pengelolaan areal hutan tanaman industri. Berdasarkan konsep ini, pengelolaan hutan industri sebagai sumber bahan baku industri produk berbasis serat kayu April Group dilakukan selaras dengan konservasi dan restorasi. “Hutan industri dibangun sebagai penyangga mencegah hutan alam terdegradasi akibat aktivitas manusia,” katanya.
Berdasarkan konsep Produksi-Proteksi April Group, hutan industri menjadi sumber pendanaan untuk kegiatan restorasi dan konservasi. April Group mengalokasikan dana sebesar 1 dolar per ton serat kayu yang dimanfaatkan.
Saat ini areal hutan tanaman industri April Group seluas 454.021 hektare. Sedangkan areal hutan yang berada areal hutan yang dialokasikan untuk diproteksi seluas 362.136 hektare. ****