Kamis, 2 Oktober 2025

Pemerintah Tambah Pembangkit Listrik 69,5 GW, 76 Persen dari Energi Terbarukan

Latest

- Advertisement -spot_img

Pemerintah Indonesia menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) hingga tahun 2034.

Dari total tersebut, sekitar 76 persen akan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dan sistem penyimpanan energi.

Target ini diumumkan bersamaan dengan peluncuran Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2034 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, pada Senin (26/5/2025).

Menurut Bahlil, penyusunan dokumen RUPTL terbaru ini sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan menjadi fondasi penting untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

“Komitmen terhadap transisi energi harus tetap dijalankan, walaupun ada negara-negara yang mulai mundur dari kesepakatan Paris Agreement. Kita harus tetap konsisten, tentu disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi energi nasional,” ujar Bahlil dalam siaran persnya.

Pada lima tahun pertama, pemerintah merencanakan pembangunan pembangkit baru sebesar 27,9 GW yang terdiri dari 9,2 GW berbasis gas, 12,2 GW dari EBT, 3 GW sistem penyimpanan energi seperti baterai dan pumped storage, serta 3,5 GW dari pembangkit batu bara yang telah memasuki tahap akhir konstruksi.

Lima tahun berikutnya, fokus akan bergeser pada pengembangan energi terbarukan dan sistem penyimpanan sebesar 37,7 GW atau 90 persen dari total kapasitas tambahan, sedangkan sisanya 3,9 GW berasal dari pembangkit berbasis fosil.

Jenis pembangkit energi terbarukan yang dikembangkan antara lain tenaga surya (17,1 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), hidro (11,7 GW), dan bioenergi (0,9 GW). Selain itu, energi baru seperti nuklir juga mulai diperkenalkan dengan rencana pembangunan dua unit reaktor modular kecil (small modular reactors) masing-masing berkapasitas 250 megawatt di Sumatera dan Kalimantan.

Untuk memperkuat keandalan sistem dan mendukung distribusi listrik, pemerintah menargetkan pembangunan jaringan transmisi sepanjang hampir 48.000 kilometer sirkuit (kms) dan gardu induk berkapasitas 108.000 megavolt-ampere (MVA) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Selama ini banyak pembangkit terpasang namun tidak dapat disalurkan karena keterbatasan jaringan. Jadi pembangunan jaringan ini penting agar investasi EBT bisa maksimal dan tidak membebani PLN dengan skema take or pay,” jelas Bahlil.

Secara keseluruhan, RUPTL PLN 2025–2034 membuka peluang investasi senilai Rp 2.967,4 triliun untuk pembangunan pembangkit, jaringan transmisi, distribusi, dan elektrifikasi desa.

Sekitar 73 persen dari total kapasitas pembangkit direncanakan dikerjakan melalui kemitraan dengan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP), sedangkan sisanya dikelola langsung oleh Grup PT PLN.

Implementasi proyek ini diproyeksikan akan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru di berbagai sektor, mulai dari perencanaan hingga operasional, termasuk industri manufaktur pendukung.

Energi terbarukan menjadi kontributor utama dalam penciptaan lapangan kerja tersebut.

RUPTL juga menargetkan peningkatan rasio elektrifikasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Melalui Program Listrik Desa (Lisdes), pemerintah berencana membangun pembangkit berkapasitas 394 MW untuk menjangkau 5.758 desa yang belum teraliri listrik, serta menyambungkan listrik ke sekitar 780 ribu rumah tangga.

“Bagi saya, energi bukan hanya soal kebutuhan, tapi juga soal pemerataan dan keadilan. Kita harus pastikan listrik hadir dari Aceh hingga Papua. Arahan Presiden Prabowo Subianto sangat jelas: desa-desa tanpa listrik harus segera disambungkan,” tegas Bahlil. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles