Jumat, 10 Oktober 2025

Multiusaha Kehutanan dan Kolaborasi Generasi Muda jadi Strategi Indonesia Capai Net Zero

Latest

- Advertisement -spot_img

Lebih dari 300 peserta dari 21 negara hadir dalam National Forestry Symposium yang digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Acara ini menjadi puncak kegiatan International Forestry Students’ Symposium (IFSS) 2025 dengan mengusung tema “Green Heroes: Achieving Net Zero Emission for Sustainable Forestry.”

Forum ini mempertemukan perwakilan pemerintah, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mahasiswa kehutanan dunia untuk membahas masa depan kehutanan Indonesia.

Pada Plenary Session II yang bertajuk “Indonesia’s Forest Multibusiness: Youth-Driven Green Innovation for Integrating Forest Multibusiness”, para pembicara sepakat bahwa inovasi hijau dan kolaborasi lintas generasi menjadi faktor kunci untuk mendorong transformasi sektor kehutanan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan, Laksmi Wijayanti, menegaskan bahwa skema multibisnis hutan penting untuk menjaga keseimbangan fungsi ekologi, sosial, dan ekonomi.

“Mengandalkan hasil kayu saja justru mengurangi potensi hutan secara luas. Dengan model multibisnis, kita dapat mengoptimalkan sumber daya hutan sekaligus melibatkan masyarakat lokal dan meminimalisasi konflik tenurial,” ujarnya.

Laksmi menyebut dari 500 konsesi yang ada, sekitar 180 telah menerapkan skema tersebut, dengan target adopsi penuh dalam enam tahun mendatang.

Dari sektor swasta, Trisia Megawati Kusuma Dewi, Head of Partnership and Engagement APP Group, menekankan pentingnya kemitraan perusahaan dengan masyarakat.

Menurutnya, komitmen keberlanjutan perusahaan sejalan dengan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Program seperti Desa Makmur Peduli Alam (DMPA) menjadi contoh nyata pemberdayaan masyarakat.

“Kami berupaya memberdayakan masyarakat sekaligus memperkuat pengelolaan hutan dengan penguatan komunikasi dua arah untuk membangun kolaborasi dan sinergi,” jelasnya.

Sementara itu, dari kalangan pemuda, Putu Nuansa Putri Savita Uttari, alumni IFSA dan koordinator proyek WWF Singapura, menekankan bahwa peran generasi muda tidak bisa dipisahkan dari transisi menuju net zero.

“Tidak ada net zero tanpa hutan yang sehat dan tanpa keterlibatan aktif generasi muda. Mahasiswa dan profesional muda bisa memulai dari inisiatif lokal, membangun kebiasaan hidup berkelanjutan, hingga menghubungkan proyek akar rumput dengan platform global,” ujarnya.

Sesi diskusi ditutup dengan kesepahaman bahwa sinergi antara pemerintah, korporasi, dan inovator muda akan memastikan sektor kehutanan Indonesia tidak hanya berkontribusi pada pencapaian iklim dan keanekaragaman hayati dunia, tetapi juga menciptakan lapangan kerja berkelanjutan bagi generasi muda. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles