Senin, 17 November 2025

Indonesia Tunjukkan Kepemimpinan Global dalam Implementasi REDD+

Latest

- Advertisement -spot_img

Indonesia memperkuat posisinya sebagai pemimpin global dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui implementasi skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

Program ini berhasil menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sekaligus memperoleh pengakuan internasional melalui Result-Based Payment (RBP) senilai total USD 499,8 juta, dengan USD 340,7 juta di antaranya telah disalurkan.

Pendanaan ini termasuk dukungan dari Green Climate Fund (GCF) melalui United Nations Development Programme (UNDP) sebagai Accredited Entity, dengan alokasi sebesar USD 103,8 juta.

Direktur Departemen Asia dan Pasifik GCF, Hemant Mandal, menyebut capaian tersebut menjadi bukti nyata kepemimpinan Indonesia dalam aksi iklim global.

“Proyek ini menunjukkan bagaimana pendanaan berbasis hasil dapat memperkuat tata kelola kehutanan nasional, meningkatkan kapasitas implementasi, serta mendukung perluasan program Perhutanan Sosial,” ujarnya.

Kementerian Kehutanan mencatat hasil nyata berupa rehabilitasi lebih dari 2 juta hektare hutan dan lahan sepanjang 2015–2024, serta penurunan luas kebakaran hutan sebesar 19,6 persen.

Keberhasilan tersebut didukung oleh kebijakan moratorium izin baru, perlindungan gambut, dan pengembangan multiusaha kehutanan yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat.

Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki menegaskan bahwa REDD+ berperan penting dalam memperkuat keadilan lingkungan.

“Pendekatan ini memastikan masyarakat adat dan komunitas lokal turut merasakan manfaat dari aksi iklim Indonesia,” jelasnya.

Dukungan serupa disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, yang menilai keberhasilan REDD+ merupakan bukti bahwa pembangunan rendah karbon dapat dicapai dengan tata kelola transparan dan kolaboratif.

“Keberhasilan REDD+ adalah warisan penting bagi generasi mendatang dan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan,” ujarnya.

Capaian ini turut diperkuat oleh sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV), Forest Reference Emission Level (FREL), dan Sistem Registri Nasional (SRN) yang memastikan kredibilitas penghitungan emisi.

Pemerintah juga telah mengoperasikan Sistem Informasi Safeguards (SIS) untuk menjamin penerapan prinsip inklusif, kesetaraan gender, dan perlindungan masyarakat adat.

Sebagai platform pendanaan hijau nasional, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) memegang peran sentral dalam menyalurkan dana REDD+ secara transparan.

“Pendanaan yang kami kelola diarahkan untuk restorasi hutan, rehabilitasi lahan kritis, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Prinsip kami adalah transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas dalam setiap rupiah dana lingkungan,” ujar Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto.

Kolaborasi dengan UNDP turut memperkuat kapasitas teknis pemerintah pusat dan daerah melalui pelatihan, penyusunan standar safeguards, serta pendampingan penyusunan proposal pendanaan.

Pendekatan ini memastikan manfaat REDD+ tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sosial berkelanjutan.

Perwakilan Residen UNDP Indonesia Sara Ferrer Olivella menilai perjalanan REDD+ di Indonesia mencerminkan keseimbangan antara aksi iklim dan kesejahteraan manusia.

“Perjalanan REDD+ bukan hanya tentang hutan, tetapi juga tentang masa depan manusia. Indonesia telah menunjukkan bahwa aksi iklim bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi hijau,” katanya.

Menjelang COP30 di Brasil, Indonesia menegaskan komitmennya untuk mencapai target pengurangan emisi hingga 60 persen pada periode NDC kedua (2031–2035). Fase baru pendanaan REDD+ akan difokuskan pada kolaborasi lintas sektor yang inklusif, transparan, dan berbasis bukti.
***

- Advertisement -spot_img

More Articles