Senin, 18 November 2024

KLHK Perkuat Daya Tahan Industri Kehutanan Hadapi Resesi 2023, Pengusaha Usul Insentif

Latest

- Advertisement -spot_img

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan kebijakan strategis untuk memperkuat industri kehutanan di tanah air menghadapi ancaman resesi global tahun 2023.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada pembukaan Rapat Kerja Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) 2022 mengatakan pandemi Covid-19 dan geopolitik global telah berdampak pada Indonesia termasuk di sektor kehutanan.

“Sehingga kita harus adaptif dan terus berinovasi, serta membuat terobosan-terobosan baru dengan menyesuaikan langkah-langkah yang strategis sebagai insentif yang baik bagi dunia usaha. Salah satunya adalah merancang kebijakan-kebijakan yang membangkitkan kembali gairah dunia usaha untuk mendongkrak ekspor dan tentunya akan berdampak positif bagi sektor hulu,” kata Menteri Siti dalam sambutannya yang dibacakan oleh Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto, di Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022.

Menteri Siti menjelaskan, untuk menjaga produktivitas  dan keberlangsungan usaha kehutanan, pemerintah telah memberi sejumlah insentif. Diantaranya adalah keringanan berupa penundaan dan pengangsuran pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi pelaku usaha kehutanan melalui Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2021.

Pemerintah juga gencar melakukan promosi perdagangan dan kerja sama dengan mitra dagang, serta menerapkan pelayanan berbasis digital kepada pelaku usaha.

Berbagai insentif yang diberikan sejauh ini berdampak cukup positif pada kinerja industri kehutanan tanah air. Terlihat dari kinerja ekspor produk kehutanan yang mengalami rebound pada tahun 2021 dan tahun 2022 setelah sempat melorot di awal pandemi.

Berdasarkan data KLHK yang diolah APHI, ekspor produk kehutanan pada tahun 2021 sebesar 13,56 miliar dolar AS yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah. Untuk tahun 2022, ekspor hingga Oktober sebesar 12,02 miliar dolar AS.

Di hulu, produksi kayu dari Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hingga Oktober 2022 juga relatif stabil. Pada tahun 2022 produksi kayu hutan alam sebanyak 4,27 juta m3 mengalami perubahan tipis dibandingkan pada tahun 2021 yang sebesar 4,55 juta m3.

Sementara untuk produksi kayu hutan tanaman industri (HTI), produksi tahun 2022 sebanyak 39,6 juta m3 yang berarti naik sebesar 2,5% year on year dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 38,6 juta m3.

Dampak insentif di hulu juga terlihat dengan naiknya investasi kehutanan yang ditandai dengan peningkatan penanaman di PBPH HTI. Per November 2022, luas penanaman HTI sudah mencapai 418.200 hektare. Sementara penanaman HTI pada tahun 2021 seluas 353.080 hektare.

Pada PBPH hutan alam investasi penanaman dengan teknik Silvikultur Intensif juga mengalami peningkatan.

Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menungkapkan sejumlah insentif yang diharapkan agar dunia usaha kehutanan bisa memiliki daya tahan menghadapi ancaman resesi global.

Diantaranya adalah implementasi Undang Undang Cipta Kerja di lingkup kehutanan, khususnya terkait penerapan multiusaha kehutanan, pelaksanaan tata batas areal kerja berbasis citra satelit, dan penyelesaian permasalahan pembangunan kegiatan non kehutanan di dalam kawasan hutan.

APHI juga berharap pemerintah bisa melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, khususnya terkait dengan pembayaran Dana Reboisasi (DR) dalam Rupiah.

Dari sisi pemasaran, APHI berharap pemerintah memperpanjang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor, terkait kebijakan perluasan penampang untuk jenis-jenis kayu komersial  yang dapat diekspor sampai dengan dimensi 15.000 mm2.

“Kami juga berharap adanya insentif pengembangan biomassa untuk program Cofiring untuk pasokan tenaga listrik, yang potensial meningkatkan permintaan  dan mendorong pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE),” kata Indroyono.

Usulan lain yang diajukan adalah soal insentif untuk pemanfaatan NIlai ekonomi Karbon bagi pemegang PBPH yang telah menjalankan aksi mitigasi penurunan emisi. Untuk itu, pengaturan PermenLHK tentang Tata Laksana Perdagangan Karbon sebagai tindak lanjut penerbitan PermenLHK No. 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon diharapkan bisa segera diterbitkan.

***

- Advertisement -spot_img

More Articles