Senin, 22 Desember 2025

Kerugian Negara Capai Rp304 Miliar, Pemerintah Tindak PETI dan Vila Ilegal di TNGHS

Latest

- Advertisement -spot_img

Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda bersama Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Provinsi Banten menindak kegiatan ilegal, termasuk Pertambangan Tanpa Izin (PETI), di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada 3 Desember 2025.

Penertiban dilakukan di area konservasi dan penyangga seluas 105.072 hektare yang mencakup Blok Cimari, Cirotan, Sopal, serta wilayah Kabupaten Lebak seluas 31.976 hektare.

Operasi gabungan tersebut menghasilkan penguasaan kembali kawasan dari aktivitas ilegal berupa 55 lubang PETI. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari operasi periode pertama dan kedua yang sebelumnya dilaksanakan di Kabupaten Bogor pada 28 Oktober–6 November 2025 dan di Kabupaten Sukabumi pada 18–22 November 2025.

Sepanjang tiga periode operasi, Ditjen Gakkumhut menangani total 281 lubang PETI, sekitar 811 bangunan dan tenda pengolahan emas, 20.000 gelundung, 105 unit mesin, serta pemutusan 44 jaringan kabel listrik ilegal. Seluruh sarana dan prasarana tersebut dibongkar untuk mencegah aktivitas berulang.

Komandan Satgas PKH, Mayjen Dody Triwanto, mengapresiasi peran Kementerian Kehutanan dalam penertiban kawasan hutan nasional yang telah memulihkan kendali negara atas 3,4 juta hektare. Ia menegaskan bahwa penertiban di TNGHS dan hutan produksinya telah menghentikan operasi PETI dan membongkar fasilitas pendukungnya.

Untuk wilayah Lebak, Kementerian Kehutanan dan Satgas PKH menyiapkan penertiban lanjutan pada 11 blok yang tersebar di Resor Panggarangan, Cisoka, Cibedug, dan Gunung Bedil. Satgas juga akan menertibkan 488 bangunan komersial wisata ilegal di Blok Lokapurna, Kabupaten Bogor.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan bahwa luas kegiatan ilegal di TNGHS diperkirakan mencapai 493 hektare, terdiri dari 346 hektare PETI dan 147 hektare vila ilegal. Potensi kerugian negara akibat aktivitas tersebut mencapai Rp304 miliar, belum termasuk nilai kerusakan akibat penambangan.

Penyidik Ditjen Gakkumhut telah memeriksa saksi dan melakukan olah TKP untuk mengidentifikasi para pemodal. Proses ini sejalan dengan instruksi Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menuntut penertiban tegas terhadap seluruh pelanggaran di kawasan hutan, khususnya di wilayah hulu DAS seperti TNGHS yang mempengaruhi kualitas air dan risiko banjir serta longsor.

Satgas PKH dan Kementerian Kehutanan menggunakan instrumen penguasaan kembali kawasan sebagai langkah utama penyelesaian kegiatan ilegal. Jika instrumen tersebut belum memadai, penegakan hukum pidana akan diberlakukan sebagai upaya terakhir.

Ancaman pidana bagi para pelaku mencapai 10 tahun penjara dan denda kategori VI sesuai ketentuan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dirjen Gakkumhut, Dwi Januanto Nugroho, menyebut aktivitas PETI di TNGHS telah berlangsung masif dan mengancam fungsi ekologis kawasan yang menjadi hulu berbagai sungai di Jawa Barat dan Banten.

Ia menekankan bahwa operasi ini merupakan bagian dari kesiapsiagaan menghadapi musim hujan yang berpotensi memicu bencana hidrologis.

Ia menambahkan bahwa Kementerian Kehutanan telah melakukan berbagai upaya perbaikan tata kelola kawasan konservasi, namun efektivitasnya perlu ditingkatkan melalui tindakan hukum yang terukur dan melibatkan berbagai pihak untuk menimbulkan efek jera.
***

- Advertisement -spot_img

More Articles