Aksi kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk dari sektor swasta, untuk mengimplementasikan tata kelola gambut akan memperkuat penyerapan karbon untuk pengendalian perubahan iklim.
“Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama para pemangku kepentingan,” kata Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan M. Noor Andi Kusumah saat membuka diskusi panel bertajuk “Collaborative Approaches for Climate Resilience and Carbon Sequestration” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Kamis, 21 November 2024.
Indonesia adalah pemilik lahan gambut tropis terluas di dunia. Secara keseluruhan, luas Kesatuan Hidrologis Gambut di Indonesia mencapai 24,6 juta hektare dan diperkirakan menyimpan 46 giga ton gas rumah kaca setara karbon dioksida (CO2e). Stok karbon ini setara dengan 8-14 persen stok karbon gambut di seluruh dunia.
Menurut Noor Andi, pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat dan mencatat kinerja yang baik dalam perlindungan dan pengelolaan gambut. Restorasi gambut dilakukan dengan melakukan pembasahan, penanaman kembali dan revitalisasi perekonomian masyarakat.
“Restorasi gambut dilakukan di areal konsesi perusahaan maupun di luar konsesi. Restorasi di luar konsesi melibatkan pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta,” katanya.
Noor Andi menekankan, untuk semakin perusahaan melakukan restorasi gambut, kini pemerintah telah memasukkan indikator pengengelolaan gambut dalam penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER).
Lebih lanjut Noor Andi untuk restorasi gambut di areal yang tidak dibebani izin, pelibatan masyarakat sangat penting. Untuk itu telah dikembangkan program partisipasi masyarakat seperti Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).
Executive Vice President of Sustainability PT Astra Agro lestari Bandung Sahari mengungkapkan untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan gambut berkelanjutan, pihaknya mengembangkan Program Masyarakat Peduli Api (MPA) Sejak tahun 2016. “Sampai saat ini telah ada 121 MPA yang kami bina di seluruh Indonesia,” katanya.
Menurut Bandung, sejak adanya program MPA, kejadian kebakaran hutan dan lahan berkurang drastis. Berkat pendampingan, pendapatan masyarakat pun meningkat hingga mencap[ai Rp4-6 juta per bulan, misalnya pada kelompok masyarakat yang melakukan pengolahan produk perikanan.
Sementara itu Corporate Secretary PT Kilang Pertamina International Hermansyah Y Nasroen mengungkapkan, pihaknya juga memiliki program pelibatan masyarakat dalam pengelolaan gambut berkelanjutan yang disebut Sungai Gambut Berseri di Bengkalis Riau.
Melalui program tersebut masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan gambut dan melakukan penanaman di sepanjang sempadan sungai. ***