Senin, 18 November 2024

Pemanfaatan Teknologi Untuk Redakan Konflik Manusia VS Harimau Sumatra

Latest

- Advertisement -spot_img

Akhir akhir ini terbetik berita tentang harimau yang menerkam warga Siak, Provinsi Riau.  Ada juga berita pekerja perkebunan sawit di Riau tewas diterkam harimau. Ada lagi berita tentang seorang perempuan di Riau diterkam harimau dan badannya diseret ke perkebunan hutan tanaman industri.  

Manusia dan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae),  sama-sama berebut lahan untuk hidup.  Konflik ini perlu diredam. Perlu dikaji kebijakan jangka pendek hingga jangka panjang agar lahan dapat berproduksi dan habitat harimau Sumatra bisa tetap lestari. 

Dalam diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 2 Oktober 2024, ahli lingkungan hidup, Dr Dian Novarina memaparkan tentang “Upaya Meredakan Konflik, dan Meningkatkan Ko-eksistensi Manusia & Harimau Sumatra”.  Diskusi dipandu Dr Agustan, Ahli Penginderaan Jauh BRIN.

Doktor Alumnus Universitas Indonesia dan Master lulusan ITC-Enschede, Netherlands itu memprakirakan bahwa jumlah harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) tinggal 300-400 ekor saja.

Harimau Jawa sudah punah. Di Jawa tinggal ada Macan Tutul dan Macan Kumbang saja.  Dian Novarina menyampaikan bahwa dalam upaya memantau harimau Sumatra, khususnya di Provinsi Riau, telah digunakan teknologi satelit penginderaan jauh. Data lalu dihimpun dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dan beberapa harimau Sumatra yang ditangkap kemudian dilepas kembali ke hutan dengan dikalungi peralatan sistem monitor yang langsung dipantau dari Satelit Global Positioning System (GPS).   Tidak lupa pula, dipasang kamera infrared dibeberapa tempat untuk memotret harimau yang lewat.

Hasil kajian Dian Novarina, khususnya di wilayah Semenanjung Kampar, Kabupaten Siak, Riau, selama 30 tahun terakhir, hutan alam di Semenanjung Kampar berkurang luasannya. Dari 732.895,30 hektare (ha) pada tahun 1990, menjadi 433.385,20 ha pada tahun 2020.

Sebaliknya, areal non-hutan alam bertambah dari 4.292,40 ha di tahun 1990, menjadi 294.792,48 ha di tahun 2020. 

Pada perjumpaan dengan harimau Sumatra di 114 titik di Semenanjung Kampar, tampak bahwa harimau Sumatra lebih suka menghabiskan waktunya di hutan alam. 

Harimau-harimau tadi menetapkan batas wilayah habitat mereka lewat urine harimau yang disebar pada beberapa pohon di hutan.  Setiap harimau memiliki wilayah habitatnya sendiri.  Harimau ini memangsa hewan lain yang masuk ke wilayah habitatnya, seperti  Rusa Sambar, Beruk dan Babi Hutan. Fenomena konflik banyak terjadi di wilayah sekitar kawasan tepi hutan alam, mengindikasikan potensi keberadaan hewan mangsa tadi yang relatif lebih menyukai wilayah marjinal hutan alam.

Persoalannya, di wilayah-wilayah perbatasan tadi justru banyak berlangsung aktivitas masyarakat.   Di wilayah perbatasan hutan alam dan wilayah marjinal ini, masyarakat juga ikut berburu babi hutan, beruk dan rusa, yang merupakan sumber makanan harimau Sumatra.  Bahkan masyarakat juga memasang jaring-jaring-untuk menjerat satwa makanan harimau Sumatra.  Sehingga, karena lapar,  harimau Sumatra kerap masuk kampung dan memangsa hewan ternak penduduk.

Memang, harimau adalah binatang yang disegani oleh manusia, bahkan di Sumatra diberi nama “Datuk”, atau di Jawa diberi nama “Simbah”.  Oleh sebab itu, Dian merekomendasikan kiranya perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi tentang keberadaan harimau Sumatra dan cara-cara beradaptasi ketika beraktivitas di lokasi berisiko tinggi untuk mencegah terjadinya konflik.

Pihak pemerintah dan swasta wajib melindungi hewan mangsa harimau, seperti beruk, rusa dan babi hutan tadi, dari ancaman perburuan yang dilakukan oleh pekerja dan masyarakat dalam areal kerja perusahaan. Pasalnya konflik antara masyarakat dan harimau Sumatra pasti akan dimenangkan oleh masyarakat, sedang harimau-harimau akan semakin terdesak wilayahnya.

_________

Perlu dipasang rambu-rambu atau papan peringatan pada lokasi-lokasi yang berisiko tinggi.  Untuk jangka menengah dan jangka panjang, Dian Novarina merekomendasikan kiranya, dibawah koordinasi Pemerintah Pusat, menetapkan tata ruang di suatu wilayah, yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi dan kepentingan konservasi dapat dijalankan secara selaras. 

Penetapan tata ruang wilayah tadi perlu pula dibarengi dengan inventarisasi jumlah harimau Sumatra yang masih ada, serta jumlah satwa mangsa untuk harimau harimau tadi.  Hal ini dapat menjadikan rantai pakan harimau Sumatra terjaga dan secara bersamaan masyarakat bisa beraktivitas dan hidup berdampingan dengan harimau, tanpa konflik dan tanpa ada kerugian hewan ternak masyarakat yang dimangsa oleh harimau Sumatra. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles