Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk (PRBB) menjalin kerja sama dengan CV. Nugroho Aneka Piranti untuk meneliti dan mengembangkan resin pohon Keruing Dipterocarpus sp. sebagai pelapis alami kayu.
Pemanfaatan pelapis alami bisa menggantikan pelapis kimia yang berdampak buruk pada lingkungan.
Kepala PRBB BRIN Akbar Hanif Dawam tren kebutuhan dunia yang pertama adalah sustainability dan aspek lain ramah lingkungan.
_________
“Riset ini untuk treatmen kayu, kami memiliki beberapa produk-produk yang nantinya bisa diuji cobakan dari produk kehutanan. Kita harapkan mungkin ada beberapa varian-varian yang bisa dilakukan untuk dioptimalkan. Harapannya melalui kemitraan ini kita bisa mengembangkan produk. Mudah-mudahan kerja sama ini bisa bermanfaat di masa mendatang,” kata Dawam dikutip, Rabu 7 Februari 2024.
Pohon keruing bisa menghasilkan kayu berkualitas tinggi. Keruing juga bisa
menghasilkan hasil hutan bukan kayu berupa minyak keruing.
Minyak ini merupakan komponen cair yang dapat diperoleh dengan menyuling getah keruing, sedangkan residunya merupakan resin padat yang disebut oleoresin. Oleoresin berwarna putih susu, tidak tembus pandang, lebih lengket dan kental.
Oleoresin keruing secara tradisional oleh masyarakat lokal telah digunakan sebagai pelapis dan dempul kapal, obor, obat luka, pelancar air seni dan potensi pemanfaatan lanjut lainnya sebagai bioproduk dan biokompatibel berdasarkan aktifitas senyawa bioaktifnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa oleoresin keruing dapat dimanfaatkan sebagai pelapis pada kayu dan pelapis pada logam untuk pencegah korosi.
Riset terdahulu mengungkapkan bahwa komponen kimia oleoresin mengandung β-bisabolene (C15H24) yang diisolasi dari minyak Commiphora guidottii. Selain itu juga mengandung senyawa dari kelompok phthalic acid.
Direktur CV Nugroho Aneka Piranti, Handika Agung Nugroho menjelaskan pemanfaatan bahan kimia banyak dilakukan dalam proses produksi furniture terutama pada bagian finishing
Seperti pada proses bleaching menggunakan hidrogen peroksida (H2O2), menyiapkan warna menggunakan wood stain baik yang water base maupun wood base, pelapisan kayu yang berfungsi untuk coating, mengunci warna dan agar tahan cuaca.
“Kami sadar bahwa kami memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dari proses furniture ini. Karena itu ketika produk yang dibuat dari alam kita bisa meminimalisir dampak negatif yang diberikan dalam proses pembuatan furniture ini,” harap Handika. ***