Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto menjelaskan secara lengkap tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan.
Perdagangan karbon sektor kehutanan merupakan salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sekaligus untuk mendukung upaya pengendalian iklim.
“Untuk mendukung langkah pengendalian perubahan iklim bisa dilakukan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK), salah satunya adalah perdagangan karbon,” kata Agus Justianto dikutip Senin, 24 Juli 2023.
Sebelumnya digelar Sosialisasi Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis,
Untuk menyebarluaskan informasi di Palangka Raya, Kamis, 20 Juli 2023.
Agus menjelaskan bahwa perdagangan karbon terdiri atas beberapa mekanisme, di antaranya yakni perdagangan emisi dan offset emisi.
Dia menjabarkan, untuk mekanisme perdagangan emisi yang biasa dikenal dengan sebutan sistem cap and trade, para pelaku usaha dituntut mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan ditetapkannya batas atas emisi atau emission cap.
Setiap pelaku usaha, misalnya pada sektor pembangkit listrik, kata dia, maka diberi alokasi sejumlah emisi GRK sesuai batas atas emisi yang dapat dilepaskan atau dikeluarkan (cap) dan pada akhir periode pelaku usaha harus melapor jumlah emisi GRK riil yang telah dilepas.
“Pelaku usaha yang melepas emisi melebihi batas atas yang telah ditentukan, maka harus membeli surplus emisi GRK dari pelaku usaha lain,” katanya.
Selanjutnya, untuk mekanisme offset emisi (offset karbon) yang diperjualbelikan adalah hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan atau penyimpanan karbon.
Penurunan emisi GRK ini diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan maupun aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim.
Maka biasanya pada awal aksi mitigasi harus dibuktikan praktik atau teknologi yang digunakan atau common practice, meliputi praktik atau teknologi sebelum ada aksi mitigasi untuk mengetahui emisi baseline untuk kemudian, pada akhir periode, diukur maupun diverifikasi pencapaian dari hasil aksi mitigasinya melalui proses yang biasa disebut MRV atau monitoring, reporting and verification.
“Penurunan emisi atau karbon ini kemudian digunakan pelaku usaha untuk dijual atas surplus penurunan (offset) emisinya kepada pelaku usaha lain, sehingga pembeli bisa mengklaim telah mengurangi tingkat emisi GRK-nya tanpa melakukan aksi mitigasi sendiri,” katanya.
Adapun bentuk-bentuk aksi mitigasi yang dapat menurunkan emisi GRK, kata Agus Justianto, melalui penyerapan dan penyimpanan karbon sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023 dilakukan melalui 22 aksi mitigasi, di antaranya pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut serta mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, lahan gambut dan mangrove, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, serta
lainnya.
Agus menyatakan perdagangan karbon merupakan peluang bagi PBPH sekaligus untuk mendukung penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan.
- KLHK-OJK Kerja Sama Mantapkan Bursa Karbon, Ada 6 Poin Pengaturan
- Praktik Pengelolaan Hutan Lestari, Keanekaragaman Hayati di PBPH Meningkat
“Terutama melalui aksi mitigasi bidang pengelolaan hutan lestari,” katanya.
Di Kalimantan Tengah, terdapat cukup banyak PBPH yang bisa terlibat dalam kegiatan tersebut. Saat ini ada terdapat 99 unit PBPH yang terdiri dari PBPH Hutan Alam sebanyak 54 unit, PBPH Hutan Tanaman sebanyak 40 unit, serta PBPH RE dan Rap/Pan Karbon sebanyak 5 unit.
Dari sebanyak 99 unit PBPH tersebut, yang telah memiliki sertifikat PHL baik, yakni sebanyak 44 unit dan sertifikat PHL sedang sebanyak 10 unit. ***