Senin, 2 Juni 2025

World Expo Osaka, Indonesia Tawarkan Investasi Karbon Lewat Agenda FOLU Net Sink 2030

Latest

- Advertisement -spot_img

Indonesia memanfaatkan momentum World Expo 2025 di Osaka untuk menawarkan peluang investasi karbon berbasis hutan kepada komunitas global.

Dalam presentasi yang disampaikan oleh Dr. Agus Justianto, Penasihat Tim Kerja Indonesia FOLU Net Sink 2030, saat Business Forum on Forest Carbon Trade di Paviliun Indonesia, World Expo 2025 Osaka, Jumat (9/5/2025). Indonesia membuka peluang besar bagi investasi internasional dalam perdagangan karbon berbasis hutan.

FOLU Net Sink 2030 menargetkan agar sektor kehutanan Indonesia menyerap emisi gas rumah kaca lebih besar dari emisinya pada tahun 2030.

Dengan target pengurangan emisi hingga 140 juta ton CO₂e pada tahun tersebut, inisiatif ini menjadi tulang punggung kontribusi nasional Indonesia terhadap Paris Agrement.

Menurut Agus, agenda FOLU Net Sink kini tak hanya menjadi kebijakan iklim, tetapi telah menjelma menjadi platform pembangunan berkelanjutan nasional.

“FOLU Net Sink 2030 adalah cetak biru transformasi tata kelola lahan Indonesia yang menghubungkan perlindungan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Agus pada forum bisnis yang digelar
secara kolaborasi antara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), serta dihadiri para pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta, baik dari Indonesia maupun Jepang itu.

Pada kesempatan itu Agus menjelaskan besarnya peluang keterlibatan Jepang dalam mendukung FOLU Net Sink. Dengan telah adanya Mutual Recognition Arrangement (MRA) antara Indonesia dan Jepang, Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) kini diakui dalam skema Joint Crediting Mechanism (JCM) Jepang.

Hal ini memungkinkan perdagangan karbon lintas negara dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap proyek karbon Indonesia.

“Kerja sama ini membuka jalan bagi perusahaan Jepang untuk membeli kredit karbon dari hutan Indonesia guna memenuhi target netralitas karbon mereka, sekaligus memperkuat posisi kedua negara dalam diplomasi iklim global,” jelas Agus.

Berbagai sektor investasi juga disoroti, termasuk restorasi gambut seluas 13 juta hektare, rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare, dan pengembangan perhutanan sosial yang mencakup lebih dari 6 juta hektare.

Peluang lain mencakup pembangunan sistem pemantauan emisi berbasis digital, penggunaan teknologi Jepang dalam sistem MRV (Measurement, Reporting, Verification), serta pendanaan melalui obligasi hijau dan skema pembiayaan campuran.

Indonesia juga telah memperkuat fondasi hukum dan kelembagaan untuk perdagangan karbon, termasuk peluncuran Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) dan Sistem Registri Nasional.

Dua cara utama yang ditawarkan adalah Emissions Trading System (ETS) dan Offset Mechanism, dengan kredit berasal dari aksi nyata seperti reforestasi, restorasi mangrove, dan pengelolaan hutan berkelanjutan.

Agus juga menjelaskan, Pemerintah Indonesia menargetkan agar kredit karbon yang dihasilkan dapat memenuhi standar internasional seperti VERRA dan Gold Standard, dengan mekanisme berbagi manfaat yang memastikan komunitas lokal menerima manfaat langsung dari perdagangan karbon.

World Expo 2025 di Osaka menjadi ajang bagi Indonesia mengundang Jepang dan komunitas global untuk beralih dari niat ke tindakan nyata.

“Ini bukan sekadar transaksi karbon, tapi aliansi strategis untuk masa depan rendah karbon yang inklusif dan tangguh,” tutup Agus. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles