Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) melakukan beragam intervensi dari sisi supply dan demand untuk menggairahkan perdagangan karbon di tanah air.
Dari sisi supply, intervensi yang dapat dilakukan BPDLH diantaranya adalah memberi insentif kepada pengembang proyek (proponent), termasuk kepada PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan).
Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto mengatakan sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No 98 tahun 2021, BPDLH membantu pemerintah dalam Nilai Ekonomi Karbon.
“BPDLH punya kapasitas untuk memberikan insentif baik dari sisi supply maupun demand untuk menggairahkan perdagangan karbon domestik maupun internasional,” kata Joko pada Forum Karbon yang digelar Zona EBT secara daring, Jumat (14/2/2025).
Joko Tri menjelaskan dari sisi supply, banyak tahapan yang mesti dilalui oleh pengembang proyek untuk dapat menjual kredit karbon. Mulai dari menyiapkan Daftar Rencana Aksi Mitigasi (DRAM), kemudian membuat Laporan Laporan Capaian Aksi Mitigasi (LCAM), kemudian mendaftarkan ke Sistem Registri Nasional untuk mendapat penerbitan Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) Gas Rumah Kaca (GRK).
Sementara dari sisi demand perlu didorong siapa yang nantinya akan menjadi pembeli SPE GRK yang diterbitkan.
“Dari sisi supply perlu upaya mendorong upaya makin banyak SPE yang diproduksi. Kemudian dari sisi demand juga harus banyak. Sebab kalau supply besar demand-nya tidak ada maka pasar tidak akan ketemu. Nah ini yang bisa BPDLH bantu,” kata Joko.
Terkait intervensi BPDLH ini, Joko mengungkapkan, pada tahun 2024 lalu pihaknya memiliki program bernama Mitigation Outcome untuk mendorong pengembang proyek menerbitkan SPE GRK.
Dana program tersebut berasal dari Pemerintah Jepang yang disalurkan melalui UNDP. Pemberian insentif diberikan kepada proponent untuk menyelesaikan proses penerbitan SPE GRK. “Mulai dari penyusunan DRAM, verifikasi, validasi, LCAM, masuk SRN hingga keluar SPE GRK. Insentifnya, 80% biaya ditanggung dari dana tersebut,” kata Joko.
Saat itu, dari banyak calon pengembang proyek yang diundang, hanya sedikit yang memanfaatkan peluang ini. menurut Joko hanya ada 13 proponent yang melakukan proses penerbitan SPE GRK. Sisa pendanaan yang tidak termanfaatkan akhirnya harus dikembalikan.
“Kita akan cek lagi untuk 2025 apakah bisa kembali memanfaatkan dana itu, karena ternyata sekarang banyak yang berminat,” kata Joko Tri.
Sementara untuk menggerakkan demand, BPDLH banyak melakukan dialog dengan pelaku industri dan stakeholder terkait lainnya.
Untuk diketahui, sejak diluncurkan pada Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 26 September 2023, perdagangan karbon memang belum terlalu ramai meski jumlah pengguna dan volume yang diperdagangan terus meningkat.
Hingga 31 Januari 2025, tercatat 107 pengguna jasa yang mendapatkan dengan total volume sebesar 1.181.255 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp62,93 miliar. ***