Kamis, 9 Oktober 2025

Teknologi Jadi Kunci Vitalitas Hutan dan Target Net Zero Emission

Latest

- Advertisement -spot_img

National Forestry Symposium yang menjadi puncak dari rangkaian International Forestry Students’ Symposium (IFSS) 2025 resmi digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta pada Selasa (19/8/2025).

Mengusung tema besar “Green Heroes: Achieving Net Zero Emission for Sustainable Forestry”, acara ini mempertemukan lebih dari 300 peserta dari 21 negara, terdiri dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan calon profesional kehutanan global.

Sebagai bagian dari agenda, Chamber Discussion II digelar dengan fokus pada “Technology for Forestry: Tech-Enabled Solutions for Forest Vitality”.

Sesi ini menyoroti bagaimana inovasi digital dan teknologi presisi dapat mendukung pencapaian target Net Zero Emission sekaligus membuka peluang ekonomi baru yang berbasis keberlanjutan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Ir. Purwadi Soeprihanto, M.E., IPU., dalam paparannya menekankan bahwa pemanfaatan teknologi menjadi instrumen penting dalam meningkatkan tata kelola hutan dan mitigasi emisi.

“Indonesia menargetkan penurunan emisi hingga 31 persen secara unconditional dan 43 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Teknologi monitoring hutan nasional menjadi payung besar yang menopang pencapaian target ambisius tersebut,” ungkapnya.

Purwadi mencontohkan penggunaan citra satelit resolusi tinggi, sistem inventarisasi hutan digital, serta timber tracking yang kini terintegrasi dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan geolokasi.

“Dengan sistem ini, seluruh rantai pasok kayu, dari tegakan pohon di hutan hingga industri dan pasar ekspor, bisa ditelusuri secara transparan. Ini penting, terutama menghadapi kebijakan Uni Eropa terkait deforestasi,” kata Purwadi.

Selain itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi sektor swasta dengan masyarakat lokal, kelompok perhutanan sosial, dan inovator muda. Menurutnya, teknologi dapat membuka peluang multi-forestry business yang tidak hanya berbasis kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.

“Transformasi paradigma dari hanya mengandalkan kayu menuju diversifikasi usaha kehutanan adalah keharusan. Teknologi bisa menjadi penghubung antara perusahaan, komunitas, dan pasar global,” jelasnya.

Purwadi menutup paparannya dengan ajakan untuk membangun ekosistem bisnis kehutanan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

“Kolaborasi lintas sektor dan keberanian berinvestasi dalam teknologi akan menentukan apakah kita mampu menjaga vitalitas hutan sekaligus menciptakan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat dan generasi muda,” pungkasnya. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles