Pemerintah Republik Indonesia bakal melakukan misi diplomasi untuk mengoreksi peta hutan yang menjadi acuan Uni Eropa dalam pelaksanaan Deforestation-free Regulation (EUDR). Hasil pencermatan yang telah dilakukan mengungkapkan adanya persoalan akurasi pada peta acuan EUDR.
Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto menjelaskan langkah diplomasi dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Uni Eropa di Brussels, Belgia. “Langkah-langkah diplomasi lain juga akan dilakukan baik jalur bilateral maupun multilateral,” katanya, Senin 29 April 2024.
Uni Eropa telah meluncurkan peta hutan dunia (Global Forest Map – GFM) tahun 2020 sebagai acuan pelaksanaan EUDR pada platform European Union Forest Observatory (EUFO).
Berdasarkan hasil pencermatan yang dilakukan dengan membandingkan antara Peta Tematik GFM dengan Peta Tematik SIMONTANA (Sistem Monitoring Hutan Nasional) yang dimiliki KLHK, terungkap adanya persoalan akurasi pada GFM Uni Eropa. Sebut saja tentang adanya over estimasi tutupan hutan. Objek yang diidentifikasikan sebagai hutan oleh GFM Uni Eropa ternyata kondisi lapangannya tidak seluruhnya hutan tetapi berupa antara lain semak belukar, pertanian, perkebunan, penutupan lahan lainnya dan tubuh air.
Contohnya peta GFM Uni Eropa menunjukkan adanya tutupan hutan pada tubuh air Danau Rawa Pening, Jawa Tengah. Contoh lain, peta tersebut menunjukkan adanya tutupan hutan pada ruas jalan di DKI Jakarta.
Tidak hanya itu, peta GFM Uni Eropa juga menunjukkan adanya tutupan hutan padahal lahan di lokasi tersebut berupa kebun sawit seperti di Aceh Tamiang. Ada juga yang berupa lahan baku sawah. Bahkan kebun-kebun kopi rakyat di Bali dimasukkan dalam tutupan hutan pada GFM.
Langkah diplomasi untuk membangun pemahaman yang sama tentang tutupan hutan dan deforestasi telah dilakukan Pemerintah Indonesia Cq KLHK dengan World Resources Institute (WRI) penerbit Peta Global Forest Watch (GFW). Peta GFW juga merupakan salah satu peta rujukan Peta GFM Uni Eropa.
Untuk memperkuat modalitas diplomasi Indonesia dalam menghadapi tantangan EUDR, KLHK cq Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari juga sudah meminta seluruh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk melakukan overlay peta GFM Uni Eropa dengan Peta PBPH dan Peta Kerja PBPH.
Kemudian PBPH diminta melakukan ground chek dan dokumentasi serta analisis pada areal- areal yang ditemukan ketidaksesuaian antara peta GFM Uni Eropa dengan kondisi dan fakta di lapangan. Hasil analisis dan ground check ini akan menjadi bahan untuk negosiasi lebih lanjut dengan Uni Eropa.
Langkah ini penting mengingat PBPH menghasilkan kayu yang merupakan salah satu komoditas yang diatur dalam EUDR.
Agus Justianto lebih lanjut menjelaskan, untuk komoditas kayu dan produk turunannya, Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang telah disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) dan diakui dalam EUDR. Produk kayu ber-SVLK memenuhi lisensi FLEGT dan memenuhi ketentuan EUDR seperti diatur pada Article 10 butir 3 ketentuan itu.
“SVLK telah diperbarui dan dilengkapi dengan informasi geolokasi sehingga memperkuat keterlacakan kayu hingga ke titik penebangan. Informasi geolokasi diberikan dalam bentuk QR Code yang tercantum pada sertifikat SVLK yang menyertai produk kayu yang diperdagangkan,” jelas Agus Justianto.
_________
Untuk memperkuat keterlacakan, juga dilakukan integrasi sistem informasi pemanfaatan kayu mulai dari Sistem Informasi Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (SIRPBBPHH), hingga Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).
Selain komoditas kayu EUDR juga mengatur tentang komoditas daging ternak, sawit, kakao, kopi, kedelai, dan karet serta produk turunannya. ***