Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan sejumlah sistem informasi untuk menyediakan data digital terkait pengelolaan hutan. Langkah ini mendukung transparansi dan akuntabilitas tata kelola kehutanan.
Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengungkapkan, diantara sistem informasi yang telah dibangun adalah Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK), Sistem Informasi Rencana Kerja dan Pelaporan (SIPASHUT), Satu Data PHL, dan Sistem Informasi Geospasial Tematik (SIGAP).
“Pembangunan sistem informasi tersebut adalah komitmen kami untuk mendukung tata kelola kehutanan yang baik mulai dari perencanaan, pemanfaatan, hingga pemantauannya,” kata dia saat menutup diskusi panel bertajuk “Promoting Good Forestry Governance in Managing Production and Protection Forests” pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC di Paviliun Indonesia, Dubai, Uni Emirat Arab, Minggu (10/12/2023).
Agus menekankan sistem informasi tersebut membantu pengelolaan dan pemanfaatan 98 juta hektare hutan produksi dan hutan lindung di Indonesia, sekaligus mendukung pencapaian target Net Sink karbon 2030 pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU).
Sesditjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Drasospolino menjelaskan data digital yang akurat akan memberikan sejumlah manfaat dalam pengelolaan hutan. Pertama, kebijakan yang tepat dan lebih baik akan menjadi dasar untuk penganggaran terkait pelaksanaan program dan kegiatan.
Selanjutnya mengurangi risiko ketidakpastian, mendukung kolaborasi antar organisasi, membuka kesempatan kepada publik untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, dan menyediakan informasi untuk mengambil keputusan yang cepat dan responsif.
“Salah satu aspek penting dalam tata kelola kehutanan yang baik adalah keterbukaan informasi publik,” katanya.
Direktur Bina Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan KLHK Ade Mukadi menambahkan pengelolaan pemanfaatan data digital melalui sistem informasi akan mendukung lima pilar pengelolaan hutan lestari. Yaitu, kepastian kawasan, jaminan berusaha, produktivitas, diversifikasi produk, dan daya saing.
Natasa Sikman, Acting CEO Australian Forestry Product Association mengatakan pemanfaatan data digital dalam pengelolaan hutan juga dilakukan di Australia.
Dia mengatakan, salah satu perangkat yang digunakan oleh Australia adalah drone untuk mendapatkan data akurat seperti pemetaan, tutupan hutan, dan pengukuran potensi tegakan hutan.
“Sumber daya hutan mesti kita kelola dengan baik dan berkelanjutan agar tetap bisa menyediakan kayu untuk kebutuhan pasar sekaligus memberikan manfaat ekologi dan pengendalian perubahan iklim,” katanya.
Project Manager International Tropical Timber Organization (ITTO) Hwan Ok Ma memuji langkah Indonesia yang mengoptimalkan pemanfaatan data digital dalam pengelolaan hutan. Menurut dia, data digital yang transparan dan akuntabel itu menjadi penopang tata kelola kehutanan Indonesia saat ini sehingga bisa mendapat pengakuan dari negara pasar, diantara seperti dengan Uni Eropa melalui kemitraan FLEGT-VPA. *