Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan keberhasilan perlindungan keanekaragaman hayati perlu transformasi sistemik.
Hal itu dinyatakan Alue saat membuka Konferensi ASEAN Heritage Parks (AHP) ke-7 di Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 1 November 2022.
Program ASEAN Heritage Parks (AHP) merupakan salah satu program percontohan dari ASEAN, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengelola kawasan yang kaya dengan keanekaragaman hayati secara efektif dan mempromosikan kerja sama yang lebih besar di antara negara-negara Anggota ASEAN (AMS) dalam melestarikan dan mengelola kawasan lindung.
Sampai saat ini, sudah ada 51 AHP di negara ASEAN yang terdiri dari 33 kawasan terestrial, 9 kawasan laut dan 9 kawasan lahan basah.
Indonesia sendiri memiliki 7 Taman nasional yang dideklarasikan menjadi ASEAN Heritage Parks.
“Kami berharap konferensi ini akan memperluas peran AHP dalam perlindungan ekosistem dan pemulihan pandemi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan dan menerapkan pengelolaan ekosistem, strategi restorasi, dan membangun ketahanan,” ungkap Alue Dohong saat membuka konferensi.
Tutupan hutan di Indonesia kurang lebih 95 juta hektar atau sekitar 51% dari total luas daratan 187 juta Ha.
Kawasan berhutan sebesar ini cadangan karbon sekaligus modal utama dalam perlindungan lingkungan dan iklim.
Saat ini terdapat 568 kawasan dilindungi termasuk 55 Taman Nasional di Indonesia.
Beberapa di antaranya diakui sebagai International Recognition seperti World Heritage Site (7 unit), Biosphere Reserve (64 unit), Ramsar Site (7 unit), ASEAN Heritage Park (7 unit) dan Global Geopark (4 unit).
“Pengakuan tersebut merupakan bukti pentingnya kawasan hutan dan laut serta keanekaragaman hayati Indonesia bagi kepentingan regional dan internasional,” tegas Wamen Alue Dohong.
Menurut Alue Dohong Pemerintah Indonesia, secara regional dan global, telah melakukan upaya besar untuk mengatasi tantangan dalam melestarikan paru-paru bumi.
Namun, untuk saat ini, menurutnya kita membutuhkan harapan yang masuk akal, motivasi yang besar, visi yang tajam, kemitraan yang kuat dan kemauan untuk menciptakan upaya konservasi yang sukses dan strategis sebagai gerakan global.
“Kami memahami bahwa konservasi hanya akan berhasil dan benar-benar berhasil jika komunitas dan project di seluruh dunia mampu menghentikan dan membalikkan tren penurunan spesies dan ekosistem. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya, kita sangat membutuhkan transformasi sistemik,” jelas Alue Dohong.
Implementasi transformasi sistemik tersebut dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: Melindungi potensi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan di taman nasional dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan lindung;
Menangani kawasan terbuka melalui kebijakan resolusi konflik tenurial dan restorasi ekosistem;
Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kemitraan konservasi dan pemberdayaan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga ekosistem hutan dan laut;
Mengoptimalkan koordinasi multi-stakeholder seperti Kementerian/Lembaga lain, pemerintah daerah, swasta atau pihak lain dalam mendukung kebijakan pembangunan kawasan yang bersinggungan dengan kawasan lindung;
dan Meningkatkan pengelolaan pengembangan kawasan lindung melalui peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan lindung. ***