Indonesia mendorong produksi kopi di bawah tegakan hutan (agroforestry) dengan skema perhutanan sosial.
Melalui pola agroforestry, kelestarian hutan akan terjaga sekaligus bisa menghasilkan specialty coffee yang bernilai tinggi di pasar global.
Pola tersebut juga bisa memberi dampak pada kesejahteraan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan.
“Melalui agroforestry, kelestarian hutan akan terjaga dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat karena dapat memanfaatkan ruang kosong di antara tegakan hutan.
Salah satunya dengan pengembangan pola agroforestry kopi yang dapat memberikan nilai tambah antara lain cita rasa kopi yang khas sehingga memiliki nilai tinggi (specialty) dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan antara lain menjaga konservasi tanah dan air, iklim mikro dan meningkatkan serapan karbon,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Pembukaan Festival PeSoNa di Jakarta, Selasa 25 Januari 2022.
Indonesia saat ini merupakan produsen kopi terbesar No 4 di dunia. Indonesia memiliki banyak jenis kopi specialty yang diburu pasar global. Diantaranya adalah Aceh Gayo dan Bajawa Flores.
Tren minum kopi juga berkembang di tanah air dengan menjamurnya kedai-kedai kopi di berbagai sudut kota dan pemukiman.
Pengembangan kopi agroforestry diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pasar akan kopi berkualitas sekaligus menjadi bagian penting dalam pengembangan kesejahteraan kelompok masyarakat, khususnya smallholders agroforestry di perhutanan sosial.
Soal perhutanan sosial, Menteri Siti menjelaskan bahwa target ideal pemberian akses kelola kawasan hutan oleh masyarakat adalah 12,7 juta hektare di mana proporsi akses kelola hutan oleh masyarakat menjadi lebih baik. Diharapkan bahwa target itu bisa dicapai secepatnya.
Menteri menyatakan hingga 2024, luas perhutanan sosial diproyeksikan harus lebih dari 8 juta hektare.
- Baca juga: Izin Perhutanan Sosial Capai 4,8 Juta Hektare, Libatkan 1,04 Juta Kepala Keluarga
- Baca juga: Model Bisnis Multiusaha Kehutanan Kekinian dengan Konsep Innovative Start Up Company
“Mungkin minimal 8 juta hektare sehingga kita bisa akhirnya nanti mencapai 12,7 juta hektare,” tegasnya.
Menteri Siti menegaskan dukungan kerja pencapaian menjadi sangat penting. Untuk itu perlu terus mendorong kerja bersama dengan melibatkan lebih intensif jajaran pemerintah daerah, kesatuan pemangku hutan (KPH), lembaga swadaya masyarakat, UPT KLHK terkait, komunitas dan berbagai elemen masyarakat.
Selain itu upaya melakukan pendampingan dalam program lanjutan menjadi sangat penting. Hal itu untuk mendorong masyarakat di sekitar hutan memiliki kemampuan masuk ke dalam aspek bisnis perhutanan sosial dalam bentuk tidak hanya agroforestri tapi juga ekowisata dan bioenergi.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK Bambang Supriyanto mengungkapkan capaian program Perhutanan Sosial dan Hutan Adat saat ini mencapai 4,9 juta hektare.
Selaim itu dan telah terbentuk 8.154 Kelompok USaha Pehutanan Sosial (KUPS) yang mencakup 1,02 juta Kepala Keluarga (KK), yang melakukan kegiatan usaha pemanfaatan hutan dan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.***