Pemerintah Indonesia mengawal pemanfaatan dana Result Based Contribution (RBC) dari Kerajaan Norwegia agar tepat sasaran dan mendukung tercapainya target NDC dan FOLU Net Sink 2030.
Norwegia telah menyalurkan 216 juta dolar AS (sekitar Rp3,4 triliun) atas keberhasilan Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) untuk periode tahun 2016-2020.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan Indonesia wajib menjaga reputasi di kancah global atas kontribusi yang diberikan dunia internasional dalam pengendalian GRK di tanah air.
“Dunia Internasional akan memandang keseriusan kita dalam penanganan emisi GRK,” kata Hanif saat membuka Rapat Pembahasan Kemajuan Implementasi RBC Norwegia di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Hanif menjelaskan Pemerintah RI sangat menjaga integritas dalam pengelolaan dana kontribusi dari internasional. Dia juga mengatakan, dengan keseriusan Indonesia, maka dunia Internasional diharapkan semakin memahami bahwa pengendalian emisi GRK pada skala landscape Indonesia tidaklah mudah.
Lebih lanjut Hanif juga menekankan bahwa Indonesia tidak dalam posisi meminta bantuan dari Internasional untuk pengurangan emisi GRK. Meski demikian, Indonesia memiliki potensi dan keunggulan komparatif jika dunia Internasional mau bekerja sama dalam penanganan perubahan iklim.
Kontribusi sebesar 216 juta dolar AS yang diberikan Norwegia setara dengan 43,2 juta ton gas rumah kaca (GRK) karbondioksida (CO2e). Menurut Hanif, Indonesia masih memiliki potensi kredit karbon yang dapat digunakan untuk mendukung penurunan emisi GRK dalam pencapaian target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Berdasarkan inventarisasi yang telah direkognisi UNFCCC, Indonesia memiliki kredit karbon sebesar 533 juta ton CO2e untuk penurunan emisi GRK pada periode 2018-2020.
“Untuk mencapai target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, diperlukan pendanaan sebesar Rp400 triliun,” katanya.
FOLU Net Sink adalah kondisi dimana tingkat penyerapan GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya lebih tinggi dibandingkan emisinya. Berdasarkan FOLU Net Sink, Indonesia ingin mencapai tingkat emisi GRK sektor FOLU sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin mengatakan dirinya sudah melakukan kunjungan ke lapangan untuk melihat langsung pemanfaatan dana RBC dan mengapresiasi hasil yang telah dicapai. Dia menilai, Indonesia menunjukkan kepemimpinan dan menjadi contoh bagi dunia dalam pengurangan emisi dari deforestasi.
Sementara itu Kepala Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto mengatakan evaluasi implementasi pemanfaatan dana RBC penting dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban dan akuntabilitas. Dia juga menekankan tentang pentingnya percepatan implementasi pemanfaatan dana RBC sesuai dengan dokumen Investment Plan yang telah dibuat.
Ketua Harian II Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink Agus Justianto mengungkapkan untuk RBC tahap I dialokasikan untuk empat program dengan lima output yaitu, pengurangan deforestasi dan degradasi hutan melalui pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi lahan untuk peningkatan penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, restorasi gambut, dan penegakan hukum.
Program tersebut dilaksanakan oleh mitra pelaksana yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, hingga kelompok masyarakat. ***