Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) meningkatkan akurasi pemantauan hutan nasional sebagai bagian dari penguatan Early Warning System pencegahan deforestasi.
Direktur IPSDH R. Agus Budi Santosa menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan secara digital menggunakan aplikasi Simontana (Sistem Monitoring Hutan Nasional). Aplikasi ini memantau perubahan tutupan lahan setiap tiga bulan dengan klasifikasi 23 jenis tutupan lahan.
“Perubahan dari hutan menjadi bukan hutan disebut deforestasi bruto. Setelah dikurangi hasil penanaman kembali, kita dapatkan deforestasi netto,” ujar Agus dalam media briefing di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Sistem Simontana telah diakui oleh Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai sistem pemantauan hutan nasional yang valid secara statistik dan memiliki tingkat akurasi mencapai 92%. Selain itu, Universitas Maryland juga menilai Simontana sebagai sistem yang komprehensif dan memenuhi prinsip pemantauan internasional.
Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa data kehutanan Indonesia telah memenuhi standar global dalam metodologi, akurasi, dan keterbukaan data spasial. Dengan demikian, hasil pemantauan Indonesia dapat dibandingkan secara setara dengan sistem pemantauan hutan di negara lain.
Mulai Januari tahun depan, Kementerian Kehutanan akan meningkatkan satuan pengamatan deforestasi dari 6,25 hektare menjadi 1 hektare, agar deteksi perubahan tutupan lahan lebih detail dan presisi.
Selain itu, teknologi Artificial Intelligence (AI) juga mulai digunakan untuk menganalisis degradasi vegetasi dan perubahan hutan.
“AI digunakan untuk mendeteksi devegetasi dengan tingkat kepercayaan 86% dan deforestasi dengan tingkat kepercayaan 82%. Teknologi ini akan diintegrasikan ke dalam sistem peringatan dini deforestasi agar dapat segera ditindaklanjuti,” jelas Agus.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen nasional Kementerian Kehutanan untuk memperkuat pengelolaan hutan lestari serta mendukung pencapaian target FOLU Net Sink 2030.
***



