Indonesia diperkirakan tidak akan mengalami kemarau yang kering pada tahun 2022 ini.
Meski demikian, pelaku usaha kehutanan tetap waspada terhadap kemungkinan kebakaran hutan dan lahan.
Pakar teknologi geospasial dan modifikasi cuaca Profesor Asep Karsidi menjelaskan kondisi cuaca Indonesia menjelang musim kemarau tahun ini.
“Kondisi global menunjukkan fenomena La Nina lemah hingga netral yang membawa implikasi bahwa wilayah Indonesia pada umumnya tidak akan mengalami kemarau ekstrim,” katanya saat diskusi dengan anggota Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Jumat 17 Juni 2022.
Hal itu berdasarkan analisis dan prediksi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD)
ENSO merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim di Samudera Pasifik yang ditandai dengan kenaikan suhu permukaan laut (SPL) di daerah katulistiwa bagian Tengah dan Timur.
Sementara IOD sama seperti ENSO, namun kejadiannya di Samudera Hindia.
Menurut Asep, Indeks ENSO pada dasarian Juni 2022 menunjukkan kondisi La Nina netral (moderat). BMKG memprakirakan kondisi ENSO La Nina Lemah Netral dan akan berlangsung hingga November 2022.
Sedangkan Indeks Dipole Mode menunjukkan kondisi IOD Netral, kemudian diprakirakan akan berada pada IOD Negatif hingga Oktober 2022.
Asep juga menjelaskan, selain faktor global, kondisi cuaca di Indonesia juga dipengaruhi oleh regional dan lokal.
Untuk faktor regional ada faktor angin Munson yang siklusnya berubah secara periodik dan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) yaitu daerah pertemuan massa udara antartropis.
Menurut Asep, berdasarkan analisis dan prediksi BMKG, munson Asia yang menandakan pergerakan masa udara dari barat dan mendukung pembentukan awan di wilayah utara Indonesia, pada dasarian III Juni dan dasarian I Juli diprediksi tidak aktif.
Sebaliknya munson Australia mulai aktif pada dasarian 1 Juni.
Hal ini menunjukkan di wilayah Indonesia mulai memasuki musim kemarau mengingat munson Australia membawa massa udara yang relatif kering.
Demikian pula pengaruh ITCZ tidak berlangsung karena pada bulan Juli jalur ITCZ berada di utara.
Sementara dari faktor lokal, kata Asep, kondisi cuaca Indonesia dipengaruhi oleh kondisi topografi. “Kondisi dataran rendah dan pegunungan suatu wilayah dan letak lintang-bujurnya memiliki pengaruh terhadap bervariasinya curah hujan di suatu wilayah,” katanya.
Berdasarkan informasi tersebut, Asep mengungkapkan, sifat hujan di Indonesia Juli-Oktober 2022 umumnya dalam kategori normal di beberapa Pulau.
Kemudian pada November sifat hujan menjadi normal-di atas normal pada beberapa pulau, dan pada Desember sifat hujan menjadi normal-di atas normal pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Sementara pada Januari-Februari 2023, curah hujan diperkirakan tidak terlalu lebat, sehingga kegiatan pemanen hasil hutan diperkirakan lebih baik dibanding Januari-Februari 2022 yang saat itu sempat membuat kelangkaan pasokan kayu.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan informasi kondisi cuaca penting untuk diketahui oleh perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk mengantisipasi kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Waspada jangan sampai ada karhutla, karena nanti komitmen kita untuk Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 bisa tidak tercapai,” katanya.
Informasi kondisi cuaca ini juga penting bagi PBPH yang bekerja di hutan alam.
Pasalnya kondisi cuaca berpengaruh pada proses pengangkutan hasil tebangan dari areal produksi.
Adanya informasi cuaca, kata Indryono, bisa menjadi salah satu faktor analisis sehingga pemegang PBPH bisa menyediakan pasokan bahan baku kayu secara kontinyu dan stabil ke industri pengolahan. ***