Kebijakan untuk memperluas hak akses bagi masyarakat sekitar hutan atau masyarakat adat terhadap kawasan hutan dalam program perhutanan sosial perlu ditindaklanjuti dengan aturan-aturan turunan yang bersifat teknis, berbasis kondisi khas setempat dilengkapi dengan pemberian izin usaha komunal berbasis kayu dan non kayu.
“Hal ini untuk memberikan jaminan berusaha bagi petani, sekaligus meningkatkan tutupan hutan negara,” kata Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Prof. Budiadi saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Silvikultur Agroforestri Tropika, di ruang Balai Senat UGM, Selasa, 20 Februari 2024.
Mantan Dekan Fakultas Kehutanan UGM itu menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul Silvikultur, Agroforestri dan Ekologi Manusia: Menuju Kecukupan Luas Tutupan Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat.
_________
Menurut Budiadi, pengakuan terhadap kontribusi hutan rakyat untuk mendukung pencapaian tujuan tutupan hutan saja tidak cukup.
Oleh karenanya, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan tentang mekanisme insentif seperti potensi produksi air dan simpanan karbon untuk para petani agroforestri dan hutan rakyat, sehingga tutupan hutan tidak berkurang bahkan akan bertambah.
Selain itu, dari sisi teknis, pembangunan demonstration plot agroforestri intensif dengan menjadikan sentra-sentra hasil non kayu pangan fungsional serta obat-obatan herbal sebagai produk khas agroforestri harus dirintis sebagai media pembelajaran bagi masyarakat.
“Perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal teknologi pengolahan pasca panen dan penyediaan pasar multi produk yang semakin luas menjangkau ke kelompok pelaku agroforestri pada hutan negara dan hutan rakyat,” katanya.
Melalui PP No. 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan telah digariskan bahwa dalam kaitan dengan kepentingan ekologis dan hidrologis, ketentuan luas kawasan hutan 30 persen telah dihapus.
Luas kawasan hutan dan tutupan hutan untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan pada pertimbangan biogeofisik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS), dan keragaman flora dan fauna.
Namun demikian, perhitungan terhadap kecukupan tutupan hutan membutuhkan banyak pertimbangan ilmiah dan rasional. Jika telah selesai dihitung, maka semua pemangku kepentingan khususnya di bidang kehutanan dan lingkungan hidup akan menjadikannya sebagai pedoman untuk pengelolaan hutan dan lahan demi kepentingan penghidupan jangka panjang.
Budiadi menilai teknologi budi daya berbasis lahan baik dengan silvikultur tradisional maupun pendekatan terkini seperti Teknik Silin dan agroforestri modern, dari era timber management hingga era forest stewardship, baik pengusahaan konvensional maupun yang berbasis multi produk, upaya pemenuhan tutupan hutan bisa dicapai bersama-sama dengan usaha pemanfaatan sumber daya hutan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Praktik baik dalam pengelolaan lahan di luar kawasan hutan sangat penting untuk menuju kecukupan tutupan hutan, namun perlu tindak lanjut dari aspek kebijakan pemerintah dan intervensi teknologi pemanfaatan lahan yang lebih baik, produktif dan lestari untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. ***