Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan Indonesia menghadapi turbulensi dalam pengelolaan hutan karena sejumlah persoalan. Butuh kebersamaan untuk mengatasinya dengan tujuan mencapai keadilan dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Hal itu dinyatakan Menteri Siti saat memberikan pidato sambutan pada acara Dies Natalis ke-60, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta, Jumat, 20 Oktober 2023. Menteri Siti menyampaikan pidato dengan judul Turbulensi dan Paradigmatik Pembangunan Kehutanan Indonesia.
Turbulensi kehutanan Indonesia disebut Menteri Siti telah berlangsung lama. Dari identifikasi yang dilakukannya di tahun 2018 ditengarai ada beberapa permasalahan kunci penyebabnya, seperti terkait dengan kebakaran hutan dan lahan, serta asap lintas batas negara, deforestasi, konflik tenurial, illegal logging, pengelolaan lahan gambut, perizinan, kebijakan akses kelola hutan, masih belum finalnya mengatur dan mengelola persoalan masyarakat dan wilayah adat, serta ada persoalan dalam optimasi pemanfaatan hutan.
“Atas permasalahan kunci tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan berbagai pendekatan, dimulai dengan melaksanakan intervensi melalui regulasi, pengendalian dan pengawasan, penegakan hukum, peningkatan kapasitas, hingga pengembangan sistem inventarisasi dan pemantauan,” ujarnya.
Menteri Siti lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan-pendekatan penyelesaian permasalahan tersebut disusun dan diimplementasikan KLHK dengan berpedoman pada berbagai instrumen kebijakan, baik dalam bentuk instrumen regulasi pemerintah, maupun instrumen yang berlaku dalam skala global seperti antara lain Sustainable Development Goals (SDGs), UN-CBD, Convention on Biodiversity, Protokol Nagoya, dan Paris Agreement,
Pendekatan-pendekatan tersebut disebutnya telah menghasilkan indikator pembangunan sektor kehutanan yang lebih baik, seperti target penurunan emisi GRK sektor kehutanan yang salah satunya dengan ukuran pencapaian tingkat laju deforestasi hutan terendah dalam sejarah kehutanan Indonesia.
Kemudian dalam konteks pemanfaatan hutan, adanya transformasi dari single-licensed yang utamanya hanya terfokus pada pemanfaatan hasil hutan kayu, menjadi skema Multi Usaha Kehutanan.
Indikator lainnya dengan ukuran pemegang hak akses pemanfaatan hutan tidak hanya bagi korporasi, namun juga oleh masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial.
Indikator penting berikutnya dengan peningkatan pemanfaatan teknologi dan sistem yang lebih optimum di dalam perencanaan dan monitoring pengelolaan sumberdaya hutan.
“Ini semua menuju sebuah paradigma baru dan keseimbangan baru pengelolaan kehutanan Indonesia,” imbuhnya.
Meskipun demikian turbulensi masih terus ada dan berkembang, juga diidentifikasi di tahun 2023, yang menunjukkan kondisi yang semakin kompleks dan semakin menantang kita semua.
Identifikasi tahun 2023 dan kedepan, memberikan gambaran setidaknya beberapa permasalahan kunci tambahan, seperti isu pengelolaan dan restorasi ekosistem mangrove, isu hidupan satwa liar atau wildlife, penerapan nilai ekonomi karbon, dan bioprospecting, persoalan friksi kepentingan dalam tata guna (lahan) hutan terkait dengan tenurial khususnya hutan-hutan di wilayah padat penduduk, kompetisi lahan untuk pangan dan biomassa, serta energi dan resources di kawasan konservasi.
“Turbulensi yang terjadi dalam pengelolaan sektor kehutanan harus dapat kita atasi bersama, hingga mampu mewujudkan sebuah keseimbangan (balance) dan yang berkeadilan,” tegas Menteri Siti.
Sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ia pun mengajak para pihak untuk bersama-sama merumuskan dan mewujudkan alokasi sumber daya hutan yang seimbang tidak hanya memperhatikan kebijakan pemerintah semata, tetapi juga perlu dalam artikulasi dengan turut mempertimbangkan pasar.
“Namun demikian, pengalokasian sumber daya hutan pun tidak dapat hanya serta merta mengikuti pasar. Yang kita perlukan adalah keseimbangan, dengan tujuan keadilan dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Menteri LHK memuji Civitas Akademisi Fakultas Kehutanan UGM karena telah berkontribusi sangat besar dalam pembangunan kehutanan Indonesia dan memiliki sejarah panjang yang dipenuhi dengan berbagai sumbangsih karya dan pemikiran, sehingga dapat menjadi rujukan dan sumber pengetahuan dalam pemecahan persoalan terkait kehutanan tropika.
“Dalam perjalanan dari waktu ke waktu, civitas akademika Fakultas Kehutanan UGM telah meraih berbagai kemajuan dan prestasi dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Begitu pula, segenap alumni Fakultas Kehutanan UGM, sebagai bagian dari keluarga besar UGM, telah menunjukkan pengabdian dan sumbangsihnya terhadap bangsa dan negara, melalui kiprah mereka di berbagai lembaga dan organisasi serta di tengah-tengah masyarakat,” kata Menteri Siti. ***