Indonesia menegaskan bahwa FOLU Net Sink 2030 adalah agenda nasional yang meski ambisius namun terstruktur dan sistematis sehingga sangat memungkinkan untuk tercapai. Kolaborasi internasional diperlukan untuk mendukung tercapainya agenda yang berkontribusi pada upaya pengendalian perubahan iklim global itu.
Demikian dinyatakan oleh Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto pada dialog bertajuk ‘National Climate Action Policies, Strategies, and Challenges in the Forestry and Land Use (FOLU) Sector yang digelar jelang sidang Asia-Pasific Forestry Commission (APFC) Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) ke-30 di Sidney, Australia, Senin, 2 Oktober 2023. Dialog tersebut dibuka oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia, Siswo Pramono.
“Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 adalah agenda ambisius kami, yang mewujudkan komitmen nyata dari tingkat lokal hingga global,” kata Agus.
Melalui agenda FOLU Net Sink, Indonesia merancang sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU) akan mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan emisinya pada tahun 2030 dan dapat berkontribusi sekitar 60% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia pada tahun 2030 seperti tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Pondasi dari agenda FOLU Net Sink adalah pengelolaan hutan lestari, tata kelola lingkungan, dan tata kelola karbon.
Agus menjelaskan strategi utama untuk mencapai FOLU Net Sink. Pertama menekan deforestasi. Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia sukses menekan laju deforestasi ke titik paling rendah. Dari yang sebeumnya pernah mencapai jutaan hektare per tahun menjadi hanya 113,5 ribu hektare pada periode 2021-2022.
Upaya mencegah deforestasi dan pelepasan emisi GRK akibat kebakaran hutan dan lahan juga berhasil dicapai melalui pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca, penguatan pengendalian karhutla, dan program masyarakat peduli api (MPA).
“Berdasarkan pengalaman itu, Indonesia percaya bahwa FOLU Net Sink sangat mungkin untuk dicapai,” kata Agus.
Strategi kedua adalah pengurangan degradasi hutan. Salah satu cara yang dilakukan adalah pengembangan model bisnis Multi Usaha Kehutanan (MUK) yang mendorong perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk tidak hanya fokus pada pemanfaatan hasil hutan kayu tapi juga pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
“MUK mendongkrak nilai ekonomi hutan, meningkatkan tutupan hutan, memperbaiki produktivitas hutan, dan menciptakan lapangan kerja,” kata Agus.
Strategi yang ketiga adalah perlindungan dan restorasi ekosistem termasuk lahan gambut, mangrove, dan daerah aliran sungai. Hal ini penting sebab bentang alam tersebut menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Strategi keempat adalah mempercepat aforestasi dan reforestasi sehingga bisa meningkatkan cadangan karbon.
Indonesia, kata Agus, mengundang semua pihak termasuk negara-negara di Asia Pasifik untuk menjalin kerja sama teknis untuk mendukung pelaksanaan agenda FOLU Net Sink 2030.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan sekita 55 persen dari total kebutuhan investasi sebesar 14 miliar dolar AS untuk mendukung agenda FOLU Net Sink diharapkan datang dari sektor swasta. Salah satu bentuk investasi yang terbuka adalah dengan implementasi MUK.
“Melalui MUK hutan bisa dimanfaatkan dengan pola agroforestry untuk menghasilkan komoditas bernilai tinggi seperti vanila dan kopi,” katanya. Dia menuturkan sejumlah perusahaan PBPH anggota APHI telah mengimplementasikan MUK di areal konsesinya.
Investasi lain yang juga potensial untuk mendukung agenda FOLU Net Sink adalah perdagangan karbon. Indonesia baru saja meluncurkan secara resmi Bursa karbon Indonesia yang diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 26 September 2022 lalu.
“Adanya bursa karbon akan merangsang investasi yang mendukung aksi mitigasi dalam mencapai agenda FOLU Net Sink 2030,” kata Indroyono.
- FAO: Konsumsi Kayu Diperkirakan Capai 3,1 Miliar M3 pada Tahun 2030, Produk Kayu Modern Bisa Picu Pertumbuhan
- Bioekonomi Menjadi Pembahasan dalam Pertemuan FAO Kehutanan
Pada dialog yang dipimpin oleh Prof. Peter Kanowski dari Australian National University itu, turut hadir menjadi panelis Land Use, Forests and Ecosystems Senior Specialist, Green Climate Fund (GCF), Ben Vickers, dan Acting CEO Australian Forest Products Association, Natasa Sikman. ***