Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Kehutanan (FoReTIKA) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyelenggarakan kegiatan edukasi Forestry Update Course (FUCo) secara daring dan luring pada Sabtu, 11 Oktober 2025, bertempat di Ruang Sidang Sylva, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Ir. Laksmi Wijayanti, MCP., CGCAE., QIA., CEIO., Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan RI, serta Dr. Ir. H. Soewarso, M.Si., IPU., Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).
Dalam sesi FUCo #2, Laksmi Wijayanti memaparkan arah kebijakan, perkembangan, dan masa depan pengelolaan hutan produksi lestari di Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa dari total luas kawasan hutan nasional sebesar 125,92 juta hektare, sebanyak 68,8 juta hektare merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Hingga tahun 2025, tercatat 574 unit PBPH dengan luas total hampir 30 juta hektare, yang menjadi tulang punggung keberlanjutan sektor kehutanan nasional.
Laksmi menegaskan bahwa paradigma pengelolaan hutan kini bergeser dari “timber management” menjadi “forest landscape management”, dengan pendekatan multiusaha kehutanan yang mencakup pemanfaatan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
“Filosofinya adalah bagaimana seluruh kawasan hutan dapat produktif, bernilai ekonomi, namun tetap menjaga fungsi ekologisnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah tengah mendorong penguatan peran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai garda terdepan dalam pengelolaan di tingkat tapak.
“KPH menjadi instrumen penting untuk memastikan investasi kehutanan tetap lestari, adil, dan memberi manfaat bagi masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi menjadi kunci keberhasilan pengelolaan hutan berbasis lanskap,” kata Laksmi.
Sementara itu, pada sesi FUCo #3, Dr. Soewarso menyoroti peran penting PBPH dalam mendukung pencapaian target FOLU Net Sink 2030.
Ia menguraikan bahwa hingga Oktober 2025 terdapat 574 izin PBPH dengan 431 di antaranya merupakan anggota APHI, yang berkontribusi terhadap pengelolaan sekitar 30 juta hektare hutan produksi.
Soewarso menyampaikan bahwa sektor kehutanan berkontribusi signifikan terhadap pendapatan nasional, meski tren ekspor hasil hutan kayu mengalami penurunan sebesar 4,5% pada 2025.
Untuk menjaga keberlanjutan usaha, ia mendorong rekonfigurasi pengelolaan hutan produksi dan industri kehutanan, yang meliputi jeda tebangan di areal berproduktivitas rendah, pengembangan hutan tanaman energi, dan optimalisasi nilai tambah produk kayu melalui hilirisasi industri.
Ia menegaskan, sektor kehutanan tidak hanya berorientasi pada kayu, tetapi juga harus menjadi bagian dari solusi perubahan iklim.
“Melalui integrasi multiusaha kehutanan, kami mendorong pengelolaan hutan yang menghasilkan nilai ekonomi sekaligus kontribusi ekologis melalui penyerapan karbon dan restorasi ekosistem. Ini adalah bentuk nyata komitmen pelaku usaha kehutanan terhadap target FOLU Net Sink 2030,” ujar Soewarso.
Sebagai penutup, Soewarso menyampaikan harapan agar seluruh pemangku kepentingan di sektor kehutanan dapat memperkuat kolaborasi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang tangguh dan berdaya saing global.
“Kami berharap ke depan sektor kehutanan tidak hanya menjadi penyedia bahan baku, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi hijau nasional yang berkontribusi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat dan ketahanan iklim Indonesia,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi wadah bagi akademisi, praktisi, dan pemerintah untuk memperkuat sinergi dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari serta mendukung transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia.
***