Senin, 2 Desember 2024

Aksi Masif Sektor Swasta Kembangkan Energi Terbarukan, Biomassa Salah Satunya

Latest

- Advertisement -spot_img

Perusahaan swasta di Indonesia berduyun-duyun mengembangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi untuk menuju bisnis yang ramah lingkungan sekaligus mengurangi emisi karbon dalam pengendalian perubahan iklim.

Demikian terungkap saat sesi bertajuk Renewable Energy Leadership Forum di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Selasa, 12 November 2024.

Berbicara pada sesi tersebut Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satria, Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bobby Gafur Umar, Direktur Energia Prima Nusantara (Astra Group) Boy Gemino Kalauserang, dan Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar.

Eka Satria menjelaskan Medco Energi, sebagai perusahaan energi dan sumber daya mineral nasional yang terintegrasi, mendukung upaya pemerintah untuk mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.

Saat ini, Medco Energi mengoperasikan pembangkit listrik dengan kapasitas total 3.300 MW, di mana 23% berasal dari energi terbarukan. Perusahaan menargetkan peningkatan kontribusi energi terbarukan hingga 30%, dan bahkan 50% dalam beberapa tahun ke depan melalui proyek-proyek baru yang sedang dikembangkan.

“Dua proyek energi terbarukan, yakni di Jawa Timur dan Bali, akan diresmikan akhir tahun ini,” ungkap Eka.

Dalam paparannya, Eka juga menyoroti besarnya potensi energi terbarukan di Indonesia. Dengan potensi 3.200 GW dari energi surya saja, saat ini Indonesia baru memanfaatkan kurang dari 700 MW. Menurutnya, peluang ini dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga untuk ekspor, seperti melalui proyek lintas batas dengan Singapura.

“Proyek lintas batas ini tidak hanya mendukung dekarbonisasi Singapura, tetapi juga membuka peluang investasi langsung asing (FDI) dan potensi pendapatan ekspor bagi Indonesia, yang diperkirakan mencapai 30-40 miliar dolar AS,” jelasnya.

Selain peluang ekonomi, Eka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja hijau (green jobs) dan pengembangan industri dalam negeri, seperti industri panel surya dan baterai. “Dengan permintaan yang besar, kita dapat mendorong pengembangan industri lokal sekaligus menurunkan biaya energi melalui skala ekonomi,” tambahnya.

Medco Energi juga tengah mempersiapkan proyek besar energi surya di Pulau Bulan, Kepualauan Riau yang diharapkan menjadi proyek pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Proyek ini akan mencakup pengembangan industri panel surya dan baterai, serta memenuhi kebutuhan energi domestik yang terus meningkat, termasuk ekspor ke Singapura.

Bobby Gafur Umar menekankan perlunya tindakan nyata dan koordinasi regulasi untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Menurutnya, ada tiga langkah strategis yang perlu diambil untuk mempercepat transisi energi. Pertama adalah peningkatan koordinasi dan regulasi. Sebagai contoh, meskipun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan regulasi terkait biomassa pada November tahun lalu, Kementerian Keuangan baru mendukungnya satu tahun kemudian. “Koordinasi yang lebih baik antar kementerian sangat penting untuk memastikan regulasi berjalan efektif,” tegasnya.

Kedua, adalah dukungan insentif karena biaya untuk pengembangan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya atau biomassa, masih lebih tinggi dibandingkan energi fosil seperti batu bara.

Ketiga, adalah pemanfaatan sumber daya lokal. Misalnya limbah limbah biomassa dari industri kelapa sawit.

Sementara itu Boy Gemino Kalauserang memaparkan langkah-langkah Astra Group dalam pengembangan energi terbarukan. Salah satunya dengan mengakuisisi saham Supreme Energy Rantau Dedap, proyek panas bumi berkapasitas 91 MW di Sumatra Selatan. Selain itu, mereka juga memulai proyek waste-to-energy di Legok Nangka, Jawa Barat, dengan kapasitas 40 MW.

Boy menekankan pentingnya inovasi teknologi dalam mendukung efisiensi energi. “Kami memperkenalkan solusi hybrid solar PV yang dirancang untuk daerah terpencil, serta memanfaatkan kapasitas idle pembangkit listrik untuk memproduksi hidrogen guna mendukung operasional alat berat di tambang.”

Sebagai perusahaan yang juga memiliki operasional di sektor pertambangan batubara, Boy mengatakan, pihaknya mengahdapi tantangan signifikan, termasuk pengurangan bertahap produksi batu bara serta biaya tinggi pada proyek energi terbarukan.

Meski demikian, Boy optimis perusahaan dapat mencapai keseimbangan antara portofolio batu bara dan non-batu bara pada 2030, dengan target pengurangan emisi karbon hingga 30 persen dibandingkan baseline 2019.

Alexandra Askandar, mengungkapkan langkah strategis Bank Mandiri sebagai agen pembangunan untuk mempercepat investasi energi terbarukan.

Bank Mandiri berupaya menjawab tantangan ini melalui penyediaan produk keuangan inovatif, seperti sustainability-linked loans dan pinjaman transisi, yang dirancang untuk mendukung proyek energi terbarukan sejak tahap awal hingga operasional.

Hingga September 2024, portofolio berkelanjutan Bank Mandiri telah tumbuh 12,8% secara tahunan, mencapai 18,8 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, 660 juta dolar AS telah dialokasikan untuk mendukung proyek energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas lebih dari 1.000 MW.

Bank Mandiri juga telah mengeluarkan obligasi hijau untuk memperkuat posisi sebagai pemain utama dalam pembiayaan energi berkelanjutan.***

- Advertisement -spot_img

More Articles