Rabu, 16 Oktober 2024

Ribuan Karyawan Industri Kehutanan Terkena PHK Akibat Pasar Lesu, Perlu Perluasan Pasar Domestik dan Insentif Kebijakan

Latest

- Advertisement -spot_img

Ribuan karyawan yang bekerja industri hulu hilir kehutanan harus menerima kenyataan terkena PHK dampak dari lesunya permintaan produk kayu lapis di pasar global. Perlu insentif kebijakan agar kondisi ini tidak terus berlanjut.

Data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), hingga Semester I 2024, terjadi PHK kepada 2.400 orang karyawan yang bekerja di perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan – Hutan Alam (PBPH-HA) dengan 125 orang lainnya dirumahkan.

PHK juga terjadi pada industri pengolahan kayu lapis. Tercatat sebanyak 6.250 orang yang bekerja pada 3 group industri plymill telah terkena PHK.

Wakil Ketua Umum APHI Bidang Hutan Alam David menjelaskan, pasar terus lesu akibat pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik yang memanas di Eropa dan Timur Tengah. “Permintaan kayu lapis di pasar global melemah berdampak pada industri pengolahan dan PBPH di hulu yang menjadi pemasok bahan baku,” katanya, Selasa, 17 September 2024.

Permintaan produk kayu lapis di pasar global menjadi penentu kondisi bisnis pengusahaan hutan di Indonesia karena saat ini ekspor hanya diizinkan dalam bentuk kayu olahan. Sementara itu, ekspor produk kayu olahan didominasi oleh plywood, karena produk woodworking terhalang pembatasan dimensi luas penampang.

David mengungkapkan, akibat ekspor kayu lapis lesu, ada stok kayu bulat hutan alam dari 35 PBPH sebanyak 913.000 m3 yang belum terserap industri. “Banyak PBPH yang kesulitan beroperasi karena tidak ada industri yang membeli kayu yang diproduksi. Padahal cost semakin tinggi akibat berbagai faktor seperti harga BBM,” katanya.

Saat ini hanya 94 unit dari 247 unit PBPH-HA yang masih berproduksi. Produksi kayu bulat PBPH-HA pun sangat rendah. Per Agustus 2024 tercatat baru 2,21 juta m3 atau 39% dari data produksi tahunan yang 5,58 juta m3.

David mengusulkan sejumlah insentif kebijakan agar industri pengusahaan hutan bisa kembali menggeliat dan PHK karyawan bisa dihindari. Diantaranya adalah kebijakan untuk untuk memperluas penampang produk kayu olahan yang bisa dieskpor.

Saat Pandemi Covid-19, sempat ada kebijakan untuk memperluas penampang kayu olahan dalam bentuk Surfaced Four Side/S4S, Eased Two Edged/E2E, atau Eased Four Edges/E4E yang dapat diekspor hingga 15.000 milimeter. Menurut David, kebijakan tersebut perlu dilanjutkan dan tidak dibatasi jenis kayunya. “Jadi tidak jenis kayu tertentu, tetapi semua jenis termasuk meranti merah,” katanya.

_________

David juga mengusulkan untuk memacu industri pengolahan dan meningkatkan penyerapan produksi kayu, pemerintah membuka pintu ekspor produk sawn timber guna membuka peluang pemasaran di luar negeri. “Ekspor sawn timber akan meningkatkan permintaan kayu dari PBPH dengan tetap memberi nilai tambah pada sisi industri kayu olahan,” katanya.

Selain itu, ungkap David, perluasan pasar domestik terhadap produk kayu bersertifikat SVLK ( Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian), perlu digarap serius.” Pembangunan Ibu Kota Negara ( IKN) membuka peluang perluasan potensial domestik, apalagi lokasinya di Kalimantan Timur, yang menjadi sentra utama produksi kayu bulat alam ,” katanya. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles