Selasa, 22 Oktober 2024

Penghargaan ITB untuk Ir Teddy Kardin, Warga Kehormatan Korps Baret Merah yang Penuh Catatan Pengabdian

Latest

- Advertisement -spot_img

Institut Teknologi Bandung (ITB) merayakan hari jadinya yang ke-104.  Dalam rangkaian peringatan Dies Natalis perguruan tinggi teknik tertua di tanah air ini, ITB menganugerahkan penghargaan kepada tokoh-tokoh Alumni ITB yang berprestasi menonjol dalam pengabdian kepada bangsa dan negara. 

Salah satu penerima penghargaan ITB “Ganesha Widya Jasa 2024” adalah alumnus jurusan Teknik Geologi ITB, Teddy Sutadi Kardin. 

Insinyur Teknik Geologi lulusan tahun 1979 ini hadir pada Sidang Senat Terbuka ITB di Aula Barat ITB Bandung dengan mengenakan jas resmi lengkap dengan tanda jasa, beragam brevet pasukan khusus dan mengenakan Baret Merah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD. 

Dengan haru dan bangga Teddy menerima kalungan Penghargaan ITB dan Plakat dari Rektor ITB, Professor Reina Wirahadikusumah, Rabu 3 Juli 2024.

Peristiwa di Kampus Ganesha ini mencuri perhatian, menyaksikan seorang Insinyur ITB berstatus sipil, non-militer,  namun memiliki tanda jasa, brevet dan baret merah Pasukan Elit Kopassus. 

Ternyata, Teddy Kardin adalah Anggota Kehormatan Korps Baret Merah, yang dikukuhkan pada tahun 1997 oleh Danjen Kopassus TNI-AD, kala itu, Brigjen Prabowo Subianto.

Begitu lulus dari ITB tahun 1979, selama bertahun tahun Teddy menjelajahi hutan- hutan Kalimantan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi bersama perusahaan minyak asing, menerapkan ilmu geologi dan geomorfologi yang ia peroleh di Kampus, sekaligus belajar kearifan lokal dari suku suku Dayak Kalimantan tentang cara-cara hidup di hutan belantara.  Ia diangkat anak oleh Kepala Suku Dayak Penihing di Kalimantan Timur.   

Perkenalan Teddy dengan Mayor Prabowo berawal tahun 1988, saat Prabowo akan berangkat Operasi ke Timor Timur bersama Pasukan Batalyon 328 Kostrad. Teddy sepakat untuk bergabung dengan satuan Prabowo ke Timor Timur setelah kontrak dengan Perusahaan Migas selesai. 

Ia membawa lima anak buahnya dari suku Dayak Punan Kalimantan Timur.  Anak buah Teddy dari Suku Dayak Punan sangat ahli dalam mencari jejak, dari informasi makanan yang disantap musuh, dari keringat musuh, juga dari jejak langkah musuh di hutan Tim-tim. 

Digabung dengan ilmu geomorfologi dan teknik navigasi yang diperoleh  Teddy di ITB, maka kombinasi kearifan lokal dan teknologi modern dapat membantu operasi Batalyon 328 Kostrad saat Operasi di Timor Timur dan berakhir dengan sukses membawa banyak pucuk senjata musuh yang disita.

Ilmu yang Teddy peroleh dan berhasil diterapkan di berbagai medan operasi kemudian dirangkum menjadi kurikulum pendidikan latihan pasukan  khusus Indonesia di Pusat Pendidikan Kopassus TNI-AD, di Batujajar, Jawa Barat.  

Ilmu tadi diberi nama Sanjak atau Pengesan Jejak, yaitu cara bagaimana bernavigasi di hutan lebat tropis, memanfaatkan sarana lokal, agar dapat bertahan hidup dan bisa memenangkan pertempuran. 

Brevet Sanjak disematkan kepada para prajurit yang berhasil lulus Diklat Sanjak.  Satuan Kopassus TNI-AD, Satuan Infanteri TNI-AD, Satuan Kopasgat TNI-AU, Satuan Marinir TNI-AL dan Brimob Polri sudah banyak yang memiliki Brevet Sanjak ini. 

Bahkan Pasukan Khusus AS,  US Army, The Green Berret, juga minta diajari ilmu Sanjak ini dari Teddy Kardin.

Pada 8 Januari 1996, terjadi penyanderaan 11 orang peneliti Ekspedisi Lorentz oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Mapenduma, Irian Jaya. Kembali, Danjen Kopassus, Brigjen Prabowo Subianto mengontak sahabatnya, Ir Teddy Kardin, untuk membantu membebaskan sandera di Mapenduma, belantara Papua ini. 

Teddy lalu terbang ke Mapenduma bergabung dengan satuan Kopassus TNI-AD, Batalyon 328 Kostrad dan Batalyon 330 Kostrad untuk operasi penyelamatan sandera.  Karena para peneliti yang disandera ini tidak hanya Warga Negara Indonesia, namun juga datang dari mancanegara, maka sudah tentu, satuan-satuan elit asing juga bergabung dengan satuan TNI untuk menyelamatkan para sandera. 

Teddy ingat bahwa Perusahaan Freeport yang beroperasi di Timika memiliki citra Side-Looking Airborne Radar (SLAR).  Data SLAR dihimpun dan dari data tadi bisa dibuat peta geomorfologi dan peta navigasi skala 1:50.000.   

Dari Peta tadi digelar analisis tentang prakirakan arah pergerakan para sandera yang digiring OPM.  Terjadi debat seru. Teddy memprakirakan bahwa para sandera akan digiring menyusuri sungai ke arah selatan, apalagi ada sandera yang sedang hamil.  Sedang para perwira dari satuan elit Special Air Services (SAS) Inggris memperkirakan pergerakan ke arah Utara. 

Akhirnya disepakati, prakiraan sandera digiring ke arah Selatan.  Satuan Batalyon 328 dan Batalyon 330 disebar untuk mencegat rombongan sandera yang digiring OPM tadi.  Ternyata prakiraan Teddy benar. 

Pada 15 Mei 1996, satuan TNI berhasil mencegat rombongan sandera, terjadi tembak menembak dan akhirnya 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorenz berhasil diselamatkan. 

Di lain kesempatan, pada tahun 2004 Teddy berangkat ke Aceh bersama Batalyon Infanteri 300/Raider – Siliwangi untuk Operasi Militer di Aceh.  Di sana, dengan keahliannya membaca peta, mengenal medan dan teknik navigasi di hutan, ia juga membantu gerak satuan Marinir TNI-AL di Aceh. 

_________

Itulah sebabnya, Teddy juga memperoleh penghargaan Satya Lencana Dharma Nusa dari Negara.  ITB juga bangga memiliki seorang Alumnus yang mampu menerapkan ilmu yang diperolehnya di Kampus untuk didharma-baktikan kepada Nusa dan Bangsa. 

Sebagai orang sipil, sebenarnya Teddy juga berhak memperoleh penghargaan Satya Lencana Seroja karena ikut serta dalam Operasi Militer di Timor Timur, serta Satya Lencana Dwidya Sistha sebagai instruktur militer yang mengembangkan teknik Pengesan Jejak (Sanjak) di Kopassus.   Namun ini belum terwujud. Saat ini, Teddy menikmati hari-harinya dengan membuat pisau-pisau berkualitas berlogo Pisau Indonesia, di bengkelnya, di Hegarmanah, Bandung. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles