Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mendukung program pemerintah untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis biomassa hutan sebagai alternatif energi baru dan terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.
Untuk itu APHI menggali berbagai sumber pembiayaaan demi mendukung terbangunnya pembakit listrik tenaga biomassa (PLTBm) di berbagai lokasi di Indonesia.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan pihaknya mencari pembiayaan hijau dari berbagai Negara untuk pengembangan PLTBm.
“Di Jerman ada skema investasi yang bisa dimanfaatkan, kami harap ini juga tersedia di Finlandia,” kata Indroyono saat pertemuan dengan Senior Advisor Business Finland yang juga Konselor Kedutaan Besar Finlandia di Jakarta, Nina Jacoby, secara daring, Jumat 20 Mei 2022.
Dari roadmap yang dibikin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi listrik berbasis EBT produksi listrik berbasis biomassa diproyeksikan sebesar 10.601 GWh per tahun pada 2025-2035.
Untuk langkah awal, produksi listrik co-firing biomassa diharapkan mencapai 8.783,1 Giga Watt hour (GWh) secara akumulatif pada 2021-2024.
Untuk memproduksi kebutuhan listrik tersebut dibutuhkan biomassa sebanyak 7,54 juta ton pada periode 2021-2024 dengan 4,68 juta ton diantarannya adalah biomassa kayu yang berasal dari Hutan Tanaman Energi (HTE).
Lebih jauh lagi, kebutuhan akan biomassa kayu HTE diperhitungkan akan mencapai 9,02 juta ton per tahun pada 2025-2035.
Selain itu ada juga program de-dieselisasi yaitu penggantian pembangkit listrik berbasis minyak solar dengan biomassa.
Ini akan menjadikan harga listrik bisa semakin murah per-KWh-nya dan energi yang dihasilkan adalah energi hijau dan terbarukan.
Indroyono mengatakan, saat ini pihaknya sudah memfasilitasi pengembangan PLTBm di Kalimantan Barat.
Jika sudah beroperasi, maka PLTBm tersebut bisa membantu mengurangi impor listrik Kalimantan Barat dari Serawak, Malaysia.
Indroyono berharap Negara maju, seperti Finlandia bisa menyediakan alternatif investasi hijau untuk pengembangan energi bersih untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan mengendalikan potensi bencana perubahan iklim global.
Nina Jacoby mengatakan siap memfasilitasi investor di Indonesia untuk berkomunikasi dengan penyedia fasilitas pembiayaan di Finlandia.
Nina mengatakan ada FinFund, sebuah lembaga di Finlandia yang bisa diajak bekerja sama untuk membangun energi bersih di Indonesia.
Selain itu ada juga Finnish Export Agency, Finvera.
Menurut Nina, lembaga tersebut bisa menyediakan pembiayaan dengan bunga rendah jika ada industri yang memanfaatkan produk Finlandia.
Sementara itu Rushikesh Dikule, Business Development Manager, Valmet Corp Finlandia pengembang pembangkit listrik berbasis biomassa mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan listrik berbasis biomassa.
“Biomassa bisa dimanfaatkan secara co-firing dengan batubara atau bahkan full sepenuhnya untuk pembangkit listrik,” katanya.
Menurut Rushikesh, PLTU Batubara dapat dikonversi menjadi Co-Firing hingga 40% biomasa dan 60% batubara dengan cara mengganti salah satu boiler PLTU dari boiler batubara menjadi boiler untuk biomasa, sehingga tidak mengubah desain awal PLTU tadi. “Jadi tidak perlu mengubah desain awal PLTU itu,” katanya.
Dia mengatakan, Valmet telah membangun sejumlah pembangkit listrik berbasis biomassa di Indonesia. Diantara yang sudah memanfaatkan adalah industri pulp dan kertas seperti APP Sinar Mas dan RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper).
Setidaknya sudah ada 18 unit pembangkit energi yang dibangun Valmet di Indonesia.
Rushikes mengatakan, teknologi yang dimiliki Valmet bisa memanfaatkan berbagai limbah biomassa baik kayu maupun pertanian tanpa harus diubah menjadi wood chip atau pelet. “Jadi bisa menekan biaya produksi,” katanya.**