Kamis, 10 Oktober 2024

Terima Kunjungan Menteri Pembangunan Inggris, Menteri LHK Singgung Keberhasilan Kerja Sama Pengembangan SVLK

Latest

- Advertisement -spot_img

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya, menerima kunjungan delegasi Menteri Pembangunan, Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris Raya, Anneliese Dodds di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, 17 September 2024.

Dalam pertemuan bilateral ini dibahas tentang pengelolaan hutan berkelanjutan, agenda iklim dan lingkungan, serta peluang kerja sama menjelang Konferensi Para Pihak (COP16) tentang Keanekaragaman Hayati (CBD) dan COP29 tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Menteri Siti Nurbaya mengungkapkan bahwa Indonesia tengah memfinalisasi Nationally Determined Contribution (NDC) Kedua yang akan diserahkan kepada UNFCCC sebelum akhir 2024. NDC Kedua ini akan mencakup beberapa elemen baru yang lebih ambisius dibandingkan dengan NDC sebelumnya.

“Indonesia mengusulkan tiga jalur utama untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan, yaitu Current Policy Scenario (CPOS), Low Carbon Scenario compatible with Paris Agreement – Low (LCCP-L), dan High (LCCP-H). Melalui skenario ini, Indonesia menargetkan pencapaian net-zero emission, dengan fokus pada sektor energi, IPPU, limbah, pertanian, dan kehutanan,” jelas Menteri Siti.

NDC Kedua ini juga menetapkan tahun 2030 sebagai puncak emisi, dengan penurunan emisi yang signifikan setelahnya. Konsep Just Transition akan diintegrasikan untuk memastikan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon dilakukan secara adil dan inklusif, terutama bagi kelompok rentan.

Pada kesempatan itu Menteri Siti juga menyebut keberhasilan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang dijalankan bersama pemerintah Inggris sebagai salah satu bentuk kerja sama yang sukses. Indonesia kini sering diundang oleh negara lain untuk berbagi pengalaman dalam pengelolaan hutan lestari.

“Sejak tahun 2015, dengan perhatian penuh dari Presiden Jokowi, kami berhasil menekan luas area yang terbakar akibat karhutla dan membangun sistem pengendalian karhutla yang lebih permanen,” tambah Menteri Siti.

Menteri Siti juga menjelaskan perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan Indonesia dari yang sebelumnya berfokus pada kayu menjadi pengelolaan lanskap yang lebih holistik, mengedepankan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

“Saat ini, pengelolaan hutan berorientasi pada pemanfaatan multi-fungsi hutan, baik dari hasil kayu, hasil hutan bukan kayu, maupun jasa lingkungan. Masyarakat tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga wirausahawan aktif yang memanfaatkan sumber daya hutan secara berkelanjutan,” kata Menteri Siti.

Terkait dengan program perhutanan sosial, Indonesia telah mencapai lebih dari 7 juta hektar lahan, yang melibatkan lebih dari 1,3 juta rumah tangga. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dengan memanfaatkan hutan secara berkelanjutan, melalui Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Kehutanan.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti juga menyoroti pentingnya kerja sama internasional menjelang COP16 CBD, di mana Indonesia berpotensi memperkuat kolaborasi terkait keanekaragaman hayati.

Terkait dengan COP29 di Baku, Azerbaijan, Indonesia menaruh harapan tinggi pada penetapan New Collective Quantified Goal (NCQG), yaitu target baru untuk pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang periode 2025 dan seterusnya.

_________

“Kami berharap COP29 dapat menghasilkan kesepakatan yang jelas mengenai jumlah pendanaan iklim yang akan diberikan kepada negara-negara berkembang, identifikasi kontributor utama, dan bagaimana isu Loss and Damage akan tercermin dalam kerangka pendanaan ini,” jelas Menteri Siti.

Selain itu, Indonesia berharap isu-isu teknis terkait implementasi Pasal 6 Perjanjian Paris dapat diselesaikan pada COP29, termasuk masalah otorisasi dan pengaturan registri untuk transaksi karbon. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles