Program Perhutanan Sosial memicu kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan masyarakat adat sekaligus mampu memberi kontribusi penting dalam pencapaian agenda Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Demikian terungkap pada sesi Side Event bertajuk “Indonesia’s FOLU Net Sink 2030: Strengthening the Implementation of Sustainable Forest Management and Social Forestry Program” pada sidang 18th session of the United Nations Forum on Forests (UNFF18) di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, Kamis, 11 Mei 2023.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto menjelaskan ada seluas 4,06 juta hektare areal Perhutanan Sosial yang sudah menjadi bagian dari aksi mitigas pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan tingkat emisi akan mencapai minus 7,8 juta ton setara karbondioksida (CO2e) atau sekitar 6% dari target Indonesia’s FOLU Net Sink.
“Pada tahun 2030, saat target 12,7 juta hektare areal Perhutanan Sosial telah tercapai, diharapkan kontribusi penurunan emisi GRK mencapai 24,6 juta ton CO2e. Kontribusi itu setara dengan 18% dari target Indonesia’s FOLU Net Sink,” kata Bambang.
Perhutanan Sosial adalah skema pengelolaan hutan lestari yang diimplementasikan di kawasan hutan Negara maupun hutan adat dengan pelaku utama masyarakat setempat. Tujuan utamanya adalah peningkatan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan sosial budidaya yang dinamis. Ada lima skema Perhutanan Sosial yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat.
Sampai Mei 2023, telah ada 5,3 juta hektare izin Perhutanan Sosial yang diberikan kepada 10.145 Kelompok Tani Hutan. Selain itu telah ada pengakuan hutan adat seluas 153 ribu hektare kepada 108 masyarakat hukum adat dengan 1,1 juta hektare hutan lainnya telah ditetapkan sebagai Wilayah Indikatif Hutan Adat.
Bambang mengungkapkan, berdasarkan survey yang dilakukan oleh lembaga riset KataData tahun 2020, pendapatan masyarakat pengelola Perhutanan Sosial setelah lima tahun mengalami peningkatan 2-3 kali lipat dari sebelumnya.
Kesejahteraan yang lebih baik pada masyarakat Perhutanan Sosial membuat hampir tidak ada kasus illegal logging atau kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan pembukaan lahan, maupun konflik tenurial.
“Perhutanan Sosial menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga hutan terjaga, dan tutupan hutan serta keanekaragaman hayati bisa bertambah,” katanya.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menjelaskan agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan inisiasi Indonesia yang sejalan dengan Perjanjian Paris untuk mengendalikan bencana perubahan iklim.
Melalui agenda ini, sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (FOLU) dirancang akan mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan emisinya dan dapat berkontribusi sekitar 60% dari total target penurunan emisi GRK Indonesia pada tahun 2030.
Berdasarkan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, tingkat emisi GRK yang ingin dicapai adalah sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
- Luas Perhutanan Sosial Capai 5,3 Juta Hektare, Nilai Transaksi Ekonomi Tembus Rp1,98 Triliun
- Perhutanan Sosial Bantu Indonesia Pulihkan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19
“Penting untuk melibatkan masyarakat di sekitar hutan juga kerja sama global untuk memastikan agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sukses,” kata Agus.
Sesi Side Event yang digelar tersebut dibuka oleh Wakil Tetap RI untuk PBB Duta Besar Arrmanatha Christiawan Nasir dan dipandu Penasehat Senior Menteri LHK Efransjah. Turut menjadi panelis pada sesi tersebut Inter-Regional Advisor UNFF Secretariat Peter Gondo, Division Chief for Forests, Office of Conservation and Water, Department of State, Amerika Serikat Catherine Karr-Colque, Senior Economist World Bank David Kaczan, dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo. ***