Rabu, 20 November 2024

Potensi Lonjakan Kontribusi Multiusaha Kehutanan Bagi Kesejahteraan Bangsa

Latest

- Advertisement -spot_img

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) No. 11 Tahun 2020, serta peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK No. 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, sektor kehutanan telah masuk era baru.

Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya telah memberikan payung kebijakan yang kuat terkait kemudahan akses dalam berusaha dengan memberikan terobosan melalui konsep multiusaha yang mengintregrasikan pemanfaatan bebagai hasil hutan dalam satu izin usaha, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk seluruh aktivitas bisnis perusahaan di dalam kawasan hutan.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Hendroyono, saat mewakili Menteri LHK, membuka Seminar Nasional “Potensi Lonjakan Kontribusi Multiusaha Kehutanan Bagi Kesejahteraan Bangsa”, yang diadakan secara virtual pada Kamis 17 Maret 2022.

“Konsep multiusaha cukup memerlukan satu izin usaha untuk seluruh aktivitas bisnis perusahaan di dalam kawasan hutan. Jangka waktu berusahanya juga diberi kelonggaran, sampai 90 tahun dan bisa diperpanjang, termasuk lingkup usaha yang diperluas meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, diharapkan nilai hutan akan semakin meningkat untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Bambang.

Dirinya menyampaikan bahwa model multiusaha kehutanan bisa dikembangkan melalui Kemitraan Kehutanan, sebagai wadah kerja sama yang saling menguntungkan antara pemegang perizinan berusaha dengan masyarakat, sekaligus sebagai resolusi konflik lahan di areal PBPH.

“Pemanfaatan jasa lingkungan melalui model multiusaha kehutanan, dapat menjadi bagian dari aksi mitigasi perubahan iklim dari sektor kehutanan berbasis lahan. Kontribusi pemegang perizinan berusaha dalam upaya mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui kegiatan yang dapat mengurangi emisi serta meningkatkan serapan karbon dan konservasi cadangan karbon,” ujarnya.

Bambang menjelaskan bahwa saat ini kinerja sub sektor kehutanan pada kuartal keempat Tahun 2021 telah mengalami peningkatan dibanding periode yang sama pada Tahun 2020.

Peningkatan tersebut meliputi produksi kayu bulat, produksi kayu olahan, produksi HHBK dan nilai ekspor produk kehutanan.

Produksi kayu bulat baik dari Hutan Alam (HA) maupun Hutan Tanaman (HT) pada Tahun 2020 yaitu 53,12 juta meter kubik, dan untuk tahun 2021 capaiannya meningkat hingga tercapai 55,51 juta meter kubik.

Jika dilakukan perbandingan dari tahun 2020 peningkatannya kurang lebih 6,34%.
Kemudian, nilai ekspor produk kehutanan secara akumulatif dibanding tahun lalu meningkat mencapai 32,66%, dimana hingga pada kuartal keempat Tahun 2020, yaitu 11,05 juta dolar AS menjadi 14,68 juta dolar AS pada awal kuartal keempat Tahun 2021.

Sementara, produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada tahun 2020 yaitu 558 ribu ton, dan pada tahun 2021 yaitu 681 ribu ton, atau meningkat sebesar 22,1%.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo, dan juga selaku Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) menyatakan penerapan multi usaha kehutanan akan lebih mendorong kebertrimaan sosial dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan.

“Kebijakan multi usaha kehutanan akan memberikan akses dan ruang usaha yang lebih besar bagi masyarakat sekitar hutan untuk bekerjasama dengan perusahaan dalam konteks ini pendekatan inklusif akan menjadi keniscayaan dalma pengelolaan hutan yang mengitregariskan fungsi produksi, ekologi dan sosial,” katanya.

Dalam pemaparannya, dijelaskan bahwa trend ekspor hasil hutan saat ini mengalami kenaikan sebesar 23,1% dibandingkan Februari tahun 2021.

Selain itu dari hasil penyusunan PDB Satellit Account oleh Kementerian LHK dan BPS, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB meningkat sekitar lima kali lipat.

“Mengamati geliat ekspor produk kehutanan yang semakin menjanjikan dan didukung regulasi yang kondusif, maka peluang optimalisasi pemanfaatan lahan hutan melalui penerapan multiusaha kehutanan, akan memberikan lonjakan kontribusi sektor kehutanan yang besar melalui penerapan multiusaha kehutanan yang akan didorong konfigurasi bisnis baru kehutanan,” ungkap Indroyono.

Seminar nasional yang digagas oleh Kamar Bisnis Dewan Kehutanan Nasional (DKN) bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) diselenggarakan sebagai salah satu rangkaian kegiatan pra-kongres kehutanan Indonesia ke-7 yang mengusung tema ”Lestarikan Hutan Jaga Bum untuk Kesejahteraan Bangsa” yang akan digelar pada akhir Maret 2022.

Hadir sebagai Pembicara dalam seminar tersebut Sekretaris Jenderal Kementerian LHK, Bambang Hendroyono; Asisten Deputi Bidang Pengolahan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Zaenudin; Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, M. Takdir Mulyadi; dan Sekretaris Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sudrajat. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles