Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan finalisasi peraturan tentang Bursa Karbon. OJK akan berkonsultasi dengan DPR terkait regulasi yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) itu.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan pihaknya masih menunggu penjadwalan dari Komisi XI DPR RI untuk menggelar rapat konsultasi terkait regulasi bursa karbon.
“Bursanya sendiri sedang kita siapkan peraturan OJK-nya dan kami sesuai amanat UU P2SK harus melakukan konsultasi dengan DPR. Kami menunggu jadwal dari Komisi XI untuk rapat konsultasi itu,” kata Mahendra kepada di Jakarta, Selasa, 30 Mei 2023.
Mahendra mengaku pihaknya masih melakukan finalisasi Peraturan OJK terkait bursa karbon, yang disebutnya belum mencapai 100 persen.
UU P2SK sesungguhnya mengamanatkan peraturan OJK terkait bursa karbon selesai selambat-lambatnya enam bulan sejak UU P2SK diresmikan sebagai undang-undang pada 12 Januari lalu.
Jadi seharusnya Bursa Karbon sudah berjalan pada Juli ini. “Harapan kami begitu, untuk pengaturan POJK-nya,” kata Mahendra.
Di sisi lain, Mahendra menuturkan bahwa pemerintah terus berupaya membangun kepercayaan, keyakinan, serta minat dari investor terhadap bursa karbon.
“Kira siapkan ini baik secara governance, keabsahannya, tracebility-nya, dan aspek terkait untuk kredibilitas pasar maupun produk yang diperdagangkan,” katanya.
Sebelumnya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menjelaskan pemerintah melalui OJK akan mengatur mekanisme Bursa Karbon untuk memanfaatkan potensi nilai ekonomi karbon yang dimiliki Indonesia.
Bahlil menuturkan bahwa nantinya proses registrasi akan dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Setelah melakukkan registrasi, maka perdagangan di bursa karbon bisa dilakukan.
“Sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh LHK, setelah itu baru bisa melakukan perdagangan di bursa karbon. Setelah melakukan perdagangan di bursa karbon, dia bisa melakukan trading seperti trading saham biasa,” imbuhnya.
Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin potensi penangkapan karbondioksida di Indonesia yang sangat besar justru dikapitalisasi oleh negara tetangga. ***