Rabu, 18 Juni 2025

Kemenhut Luncurkan Penghargaan Satya Wanaraksa 2025, Apresiasi untuk Pejuang Konservasi Lapangan

Latest

- Advertisement -spot_img

Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) secara resmi meluncurkan Penghargaan Satya Wanaraksa Tahun 2025, sebagai bentuk apresiasi terhadap para pejuang konservasi yang telah mendedikasikan diri di lapangan.

Acara peluncuran ini digelar secara hybrid pada Rabu (21/5/2025) dan diikuti oleh jajaran pimpinan Ditjen KSDAE, kepala UPT, pengelola Taman Hutan Raya, mitra konservasi, serta insan kehutanan dari berbagai daerah.

Direktur Jenderal KSDAE, Satyawan Pudyatmoko, dalam sambutannya menyampaikan bahwa penghargaan ini ditujukan untuk mengapresiasi kinerja luar biasa para petugas konservasi, yang kerap bekerja dalam kondisi sulit demi menjaga kelestarian kawasan konservasi di seluruh Indonesia.

“Kompleksitas dan dinamika kawasan konservasi menuntut petugas lapangan untuk tidak hanya bekerja keras, tapi juga inovatif dan terbuka terhadap kolaborasi lintas pihak,” ujar Satyawan.

Ia menambahkan, banyak praktik lapangan yang berhasil menyelesaikan konflik kawasan atau persoalan perlindungan sumber daya alam, namun belum terdokumentasikan secara sistematis. “Kesenjangan antara kerja nyata dan dokumentasi tertulis adalah tantangan. Padahal dalam era akuntabilitas ini, setiap capaian perlu dibuktikan secara formal,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Satyawan juga memaparkan salah satu studi kasus keberhasilan konservasi di Taman Nasional Way Kambas, yang menggunakan pendekatan Problem-Oriented Policing dengan model SARA (Scanning–Analysis–Response–Assessment).

Pendekatan ini berhasil meraih Herman Goldstein Award ke-32 pada tahun 2024—penghargaan bergengsi internasional untuk inovasi dalam penyelesaian masalah keamanan.

Penghargaan Satya Wanaraksa sendiri diharapkan menjadi wadah untuk mendorong lebih banyak inovasi, dokumentasi praktik terbaik, serta kolaborasi antara petugas lapangan dan berbagai pihak terkait konservasi.

Menutup sambutannya, Dirjen KSDAE mengajak seluruh pejuang konservasi untuk tidak hanya bekerja, tetapi juga menulis dan membagikan pengalaman mereka sebagai bentuk kontribusi kepada ilmu pengetahuan dan sejarah.

“Saya ingin mengutip Pramoedya Ananta Toer, ‘Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,’” tutupnya. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles