Senin, 18 November 2024

Kebutuhan Minimal Investasi FOLU Net Sink 14 Miliar Dolar AS, Peran Swasta Ditunggu

Latest

- Advertisement -spot_img

Dukungan semua pihak, termasuk sektor swasta sangat diperlukan untuk melaksanakan agenda Indonesia’s FOLU Net Sink tahun 2030.

Pemerintah tidak bisa sendirian dalam melaksanakan aksi-kasi untuk mencapai target yang canangkan pada agenda tersebut apalagi investasi yang dibutuhkan diperkirakan setidaknya 14 miliar dolar AS.

“Adanya kerja sama dan dukungan finansial dari semua pihak termasuk pelaku usaha dibutuhkan untuk menyokong target Indonesia yang ambisius dalam pengendalian perubahan iklim,” kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto dalam pidato kuncinya pada sesi diskusi panel bertajuk Business Actors’ Supports for Indonesia di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El-Sheikh, Kamis 10 November 2022.

Berdasarkan perhitungan, investasi minimal yang dibutuhkan untuk melaksanakan agenda tersebut sebesar minimal 14 miliar dolar AS yang dibutuhkan untuk 4 aktivitas utama.

Rinciannya adalah untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan sebesar 7,59 miliar dolar AS, pembangunan hutan tanaman (5,47 miliar dolar AS), peningkatan cadangan karbon termasuk aksi mitigasi pada pengelolaan hutan lestari (0,82 miliar dolar AS), dan pengelolaan dan restorasi gambut (0,69 miliar dolar AS).

Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan dalam agenda FOLU Net Sink, Indonesia bertekad mencapai kondisi dimana tingkat penyerapan gas rumah kaca di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah seimbang bahkan lebih tinggi dari emisinya.

Target dari FOLU Net Sink 2030 adalah tingkat emisi GRK minus 140 juta ton setara karbondioksida (CO2e).

“Berdasarkan skenario mitigasi, sektor FOLU Indonesia sudah bisa mencapai Net Sink di tahun 2030,” katanya.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Purwadi Suprihanto mengatakan adanya Undang-undang Cipta Kerja menjadi peluang bagi pelaku usaha kehutanan untuk berkontribusi dalam agenda FOLU Net Sink.

UUCK menyediakan payung hukum bagi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan untuk melaksanakan model bisnis multi usaha kehutanan.

“Selain pemanfaatan hasil hutan kayu, PBPH kini bisa memanfaatkan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan termasuk perdagangan karbon,” katanya.

Purwadi mengatakan untuk melaksanakan multi usaha kehutanan penyediaan insentif baik insentif fiskal seperti tax holiday atau suku bunga yang kompetitif dan insetif kebijakan lainnya.

Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas Elim Sritaba mengatakan sebagai perusahaan pulp dan kertas terintegrasi, APP Sinar Mas siap mendukung agenda FOLU Net Sink yang telah dicanangkan pemerintah.

Salah satu program yang bisa relevan dengan agenda FOLU Net Sink adalah program Desa Makmur Peduli Api (DMPA).

Program ini mendorong masyarakat hutan untuk mengurangi ketergantungan pada penebangan, dan tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar.

“Program-program DMPA sendiri telah terbukti mampu mengurangi hampir 80 persen kejadian kebakaran di daerah-daerah yang menerima manfaat DMPA,” kata Elim.
Pada program DMPA, pendampingan intensif yang dilakukan pada petani untuk membuka lahan secara mekanis membuahkan hasil, tidak saja mengurangi angka kebakaran hutan dan lahan tetapi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dengan agroforestry yang mereka lakukan dan membawa pemberdayaan ekonomi.

APP Sinar Mas mengalokasikan dana dukungan sebesar 10 juta dolar AS untuk program DMPA. Hingga saat ini sudah mencapai 407 desa program DMPA yang bermanfaat pada lebih dari 80.000 jiwa. Selain itu ada 92 kelompok wanita yang mendapat manfaat langsung dari dari program tersebut.

Director Climate Realty Indonesia Amanda Katili mengatakan pihaknya bekerja sama dengan APP Sinar Mas untuk pemberdayaan wanita di salah satu lokasi di Kalimantan Barat. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles