Sabtu, 5 Oktober 2024

Kayu Untuk Material Konstruksi Lebih Ramah Iklim Ketimbang Besi dan Beton, Simak Hasil Penelitian

Latest

- Advertisement -spot_img

Industrialisasi telah menggeser penggunaan kayu di bidang konstruksi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang menuntut pembangunan yang serba cepat.

Tumbuhnya inovasi dan teknologi menghasilkan besi, baja, dan semen, dan beton sebagai bahan baku bangunan yang dapat menjawab tantangan industrialisasi.

Namun beton, besi, baja, dan semen sebagai material tak terbarukan diproduksi dengan proses yang menghasilkan emisi tinggi yang berasal dari bahan bakar fosil yang tak terbarukan dan menghasilkan polusi yang membahayakan.

Hartono Prabowo, FSC Indonesia Country Manager menjelaskan krisis iklim membuat banyak pihak mencari alternatif bahan baku yang menghasilkan emisi yang rendah karbon untuk bangunan.

Banyak peneliti sepakat bahwa kayu jauh lebih ramah lingkungan dimana karbon pada kayu tetap tersimpan walaupun telah ditebang dan berpindah dari hutan.
“Problemnya adalah stigma yang berkembang bahwa kekuatan kayu tidak dapat menyamai kekuatan besi dan beton,” ungkap dia dalam pernyataannya, Jumat 22 Juli 2022.

Dalam jurnal Material Science and Engineering pada tahun 2017 yang diterbitkan oleh IOP Publishing, kayu digunakan sebagai bahan konstruksi karena ketahanan api, karakteristik struktural yang baik dan sifat insulasi.

Munculnya teknologi baru pengolahan kayu dan bahan berbasis kayu telah mengubah kayu menjadi bahan berteknologi tinggi, sehingga kayu mulai bersaing dengan baja dan beton, yang pada akhirnya mendorong para arsitek untuk mempertimbangkan menggunakan kayu lebih banyak dalam proyek.

Karakteristik desain produk berbasis kayu baru memungkinkan kayu digunakan untuk membangun struktur yang lebih tinggi, memiliki daya tahan yang lebih besar, dan bentuk yang lebih beragam dari sebelumnya.

Dalam studi Postdam University yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability edisi 27 Januari 2020, ada 2 alasan kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama gedung dan rumah.

Pertama, produksi semen menggunakan bahan bakar fosil tak terbarukan, yang menyumbang 8% emisi global pada 2018 dari total 11 miliar ton emisi setara CO2.

Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang produksi emisi penerbangan yang hanya 2,4%.

Kedua, kayu yang menjadi bahan baku bangunan akan menyimpan karbon dari udara.

Kayu meskipun sudah diolah tetap menyimpan karbon sepanjang kayu tidak musnah.

Fosil-fosil kayu yang terkubur di dalam tanah tetap menyimpan karbon yang diserap selama daur hidupnya sehingga mengurangi pelepasan gas karbon ke atmosfer yang menambah pemanasan global.

Daya simpan karbon akan semakin tinggi seiring makin banyaknya jumlah bangunan yang memakai kayu.
Sementara daya serap karbon akan semakin tinggi dengan semakin banyaknya phon yang ditanam dan tumbuh hingga siap panen.

Industri konstruksi di Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik telah kembali menggunakan kayu, karena pertimbangan ramah lingkungan.

Belanda dan Inggris telah mengizinkan konstruksi gedung memadukan kayu dan beton. Di Asia Pasifik, Australia juga memberlakukan kebijakan serupa.

Kayu tropis memiliki keunggulannya sendiri dalam hal penggunaan sebagai bahan baku konstruksi.

Industri konstruksi di kawasan Asia Pasifik telah merasakan manfaat penggunaan kayu tropis sebagai bahan baku utama konstruksi, juga terungkap pada kegiatan webinar Connecting Asia Pacific Markets for Sustainable Tropical Timber in the Construction Industry yang diselenggarakan FSC pada 7 Juli 2022 kemarin. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles