Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) akan mencari solusi atas kendala-kendala yang dihadapi pelaku usaha dalam mengimplementasikan multi usaha kehutanan.
Demikian terungkap saat lokakarya hambatan dan solusi multi usaha di Jakarta, Kamis, 29 September 2022.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan multi usaha kehutanan agar para pelaku usaha kehutanan bisa melakukan diversifikasi produk bisnis selain kayu, serta meningkatkan dampak positif terhadap aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto mengatakan multi usaha kehutanan ini merupakan era baru dari pengusahaan hutan di Indonesia.
“Namun, pemerintah dalam hal ini KLHK melihat perlu adanya upaya untuk mendorong para pelaku usaha untuk mendiversifikasikan produk hasil hutan,” ujarnya.
Agus mencontohkan diversifikasi produk melalui multi usaha kehutanan tidak hanya untuk pemanfaatan hasil hutan kayu tetapi dapat memanfaatkan berbagai sumber daya yang terkandung di dalam kawasan hutan tersebut.
Beberapa diversifikasi produk hutan, antara lain pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, pemulihan lingkungan, hingga penyerapan dan penyimpanan karbon.
“Kami sudah melakukan diversifikasi dan kami berikan kepada pemegang izin untuk memilih mana yang feasible bagi perusahaan,” kata Agus.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kadin Silverius Oscar Unggul mengungkapkan peluang yang pemerintah berikan melalui multi usaha kehutanan belum mendapatkan respons signifikan dari masyarakat penguasa hutan, karena berbagai kendala yang dihadapi, mulai dari aspek teknis, kebijakan, infrastruktur hingga sumber daya manusia.
“Kadin tidak dalam posisi intervensi, tapi kami memposisikan untuk mendukung pemerintah Indonesia agar kegiatan multi usaha ini berjalan baik dan memberikan manfaat yang besar bagi negara,” kata Silverius yang akrab disapa Onte.
Onte menuturkan kebijakan multi usaha kehutanan itu telah menyederhanakan perizinan dari sebelumnya satu izin untuk kayu hanya bisa urus kayu, tapi sekarang cukup dengan satu izin saja semua potensi yang ada di dalam kawasan hutan bisa dikelola tidak hanya kayu, tetapi juga environmental services, karbon, hingga wanatani atau agroforestry.
“Ini peluang yang luar biasa. Kami ingin agar teman-teman bisnis bisa memanfaatkan peluang ini. Makanya, lokakarya hari ini mengangkat peluang, hambatan, dan solusi,” ujarnya.
Melalui program inisiatif Kadin Regenerative Forest Busibess, Kadin bersama APHI dengan dukungan dari KLHK mendorong percepatan implementasi kebijakan multi usaha kehutanan melalui penyelenggaraan proses fasilitasi untuk menjembatani implementasi peluang kebijakan tersebut.
Dalam program inisiatif itu dilakukan berbagai kegiatan, di antaranya melaksanakan kajian terhadap implementasi multi usaha kehutanan (termasuk aspek teknis, kebijakan dan akses pendanaan), studi banding, serta dialog para pihak yang diharapkan bisa mendorong peningkatan kapasitas kesiapan implementasi bagi para pelaku usaha kehutanan untuk dapat segera menerapkan multi usaha kehutanan.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari APHI Soewarso mengatakan multi usaha kehutanan adalah suatu transformasi atau perubahan paradigma baru dari yang semula bisnisnya hanya orientasi kayu, produk kayu, sekarang ditantang oleh pemerintah sesuai regulasi harus berubah dari timber oriented menjadi ekosistem berbasis lanskap.
Menurutnya, pendekatan sekarang tidak hanya melihat komoditas kayu saja, tetapi semua lanskap yang ada dalam perizinan itu harus dimanfaatkan dalam rangka untuk meningkatkan optimalisasi nilai lahan yang selama ini dianggap sangat kecil di kawasan hutan.
“Peluang multi usaha kehutanan ini bagus sekali, namun ada hambatan utama yang dihadapi, karena perubahan paradigma baru yang sangat mendasar dimana para pemegang izin, pemegang saham, khususnya yang belum tentu paham tentang bisnis di luar kayu, ini menyebabkan ada cara pandang yang harus berubah total,” kata Soewarso.
APHI mendorong perubahan cara berpikir para pemegang saham untuk memunculkan model tata kelola baru dan praktik dasar mengenai pengelolaan izin yang merevitalisasi semua sumber daya di dalam kawasan hutan. ***