Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang menyiapkan standar pengelolaan bambu untuk mendukung pemanfaatannya secara berkelanjutan.
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Ary Sudijanto menjelaskan Indonesia memiliki lebih dari 180 spesies bambu dimana 25 spesies diantaranya telah dimanfaatkan. “Bambu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, juga sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan,” kata Ary saat membuka diskusi panel ‘Integrated Sustainable Bamboo Management for Climate Resilience: The Standards and Best Practices’ di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, Sabtu 9 Desember, 2023.
Bambu selain dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat juga merupakan komoditas ekspor yang penting. pada periode tahun 2017-2019 nilai ekspor bambu Indonesia selalu meningkat mencapai 1,574 juta dolar AS.
Menurut Ary, permintaan bambu semakin tinggi dengan meningkatnya permintaan bambu di pasar dunia. Apalagi ditambah dengan berkembangnya teknologi dan inovasi membuat variasi produk pemanfaatan bambu semakin banyak.
Di sisi lain, lanjut dia, kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan dampak perubahan iklim juga semakin tinggi. “Di sinilah peran BSI LHK untuk mendukung pemanfaatan bambu di hulu maupun di hilir,” katanya.
Ary menekankan pentingnya standardisasi untuk mendukung pengelolaan bambu berkelanjutan. Menurut dia, perlu diatur tentang norma dan spesifikasi terkait dengan pertumbuhan, pemanenan, pengolahan, dan pemanfaatan bambu.
“Standardisasi pengelolaan berkelanjutan akan berperan dalam mendorong praktik berkelanjutan dan bertanggung jawab, menjamin kualitas dan keamanan bambu dan produk bambu, mendorong inovasi, dan memfasilitasi perdagangan. Hal ini berkontribusi terhadap berkembangnya industri bambu yang menyeimbangkan pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan,” katanya.
Lebih lanjut Desy Ekawati Pengendali Ekosistem Madya di BSI LHK menjelaskan standar yang sudah ada untuk bambu adalah terkait pemanfaatan produk bambu di hilir seperti untuk konstruksi, arang, kualitas dan lain sebagainya. “Nanti akan ada standar, pedoman, dan tata cara pengelolaan di hulu,” katanya. Standar ini disusun juga untuk mendukung Sistem Verifikasi Legalitas Kelestarian (SVLK) Hasil Hutan Bukan Kayu, KLHK.
Turut menjadi pembicara pada sesi diskusi tersebut Direktur Eksekutif Yayasan Bambu Nusantara Monica Tanuhandaru dan Deputy Director General International Network for Bamboo and Rattan (INBAR) Profesor Lu Wenming, dan Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran KLHK Krisdianto Sugiyanto ***