Rabu, 20 November 2024

Ekspor Produk Kayu Melaju Meski Pasar China Lesu, Ancaman Resesi Mesti Diwaspadai

Latest

- Advertisement -spot_img

Ekspor produk kayu Indonesia terus melaju kencang walau China yang merupakan salah satu pasar utama masih mengalami kelesuan.

Meski demikian, ancaman resesi global yang bisa berdampak pada kinerja ekspor mesti diwaspadai ditandai dengan pertumbuhan negatif di pasar Amerika Serikat.

Dikutip forestinsights.id dari data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan diolah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), ekspor produk kayu Indonesia tahun ini hingga September tercatat sebesar 11,07 miliar dolar AS.

Catatan tersebut berarti ekspor produk kayu berhasil mengalami kenaikan sebesar 13,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 9,78 miliar dolar AS.

Sementara jika dibandingkan dengan total ekspor sepanjang tahun lalu yang mencapai 13,57 miliar dolar AS, maka ekspor pada tahun ini hingga September sudah mencapai 81,6%.

Kinerja ekpor produk kayu tahun 2022 (hingga September)

Laju ekspor produk kayu tahun 2022 ditopang oleh produk kertas yang tercatat sebesar 3,15 miliar dolar AS, panel kayu (2,63 miliar dolar AS), pulp (2,52 miliar dolar AS), dan dipepet furnitur (2,15 miliar dolar AS).

Masih lajunya kinerja ekspor kayu Indonesia disokong oleh 3 pasar utama yaitu Jepang, Uni Eropa+Inggris, Republik Korea, ditambah tumbuhnya pasar baru di India.

Ke pasar Jepang, ekspor produk kayu Indonesia tahun ini hinga September tercatat naik sebesar 15% secara year on year (yoy) menjadi 1,14 miliar dolar AS. Ke Uni Eropa+Inggris, ekspor melesat 54% yoy menjadi 1,3 miliar dolar AS, dan ke Republik Korea ekspor naik tipis 0,22% yoy menjadi 585 juta dolar AS.

Sementara pasar India kembali menunjukkan potensinya karena terus mengalami pertumbuhan positif setiap bulan sepanjang tahun dan mencatat kenaikan 35% yoy menjadi 360,8 juta dolar AS.

Peningkatan ekspor ini patut disyukuri di tengah kondisi pasar utama di China yang mengalami pertumbuhan negatif.

Ekspor ke Negeri Tirai Bambu tahun ini hingga September tercatat 2,36 miliar dolar AS, minus 21,1% yoy dari 2,99 miliar dolar AS.

Lesunya pasar China tak lepas dari melambatnya perekonomian di negeri itu. Selain itu pusat-pusat industri juga kerap di-lockdown saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 karena China menganut kebijakan nol Covid-19.

Waspada Resesi

Meski demikian pertumbuhan negatif di China perlu terus diwaspadai mengingat sudah terjadi dua bulan belakangan. Apalagi, pasar kedua terbesar untuk produk kayu Indonesia, yaitu AS kini juga mengalami pertumbuhan negatif.

Ekspor ke pasar AS sepanjang tahun ini yang sebelumnya selalu positif kini berbalik arah di bulan September. Ekspor tercatat sebesar 1,77 miliar dolar AS anjlok 19% yoy dibandingkan tahun lalu yang 2,19 miliar dolar AS.

Penurunan ekspor di pasar AS dipengaruhi penurunan kinerja produk furnitur yang ambrol 40% yoy dari 1,41 miliar dolar pada Januari-September 2021 ke 849,3 juta dolar AS pada Januari-September 2022.

Penurunan pasar AS yang terjadi pada produk konsumer menjadi gambaran situasi perekonomian di AS yang temaram. Data terbaru yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS, Kamis, 13 Oktober 2022, memperlihatkan inflasi inti yang terus naik meski mulai melandai.

Seperti dikutip The Wall Street Journal, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat indeks harga konsumen (IHK) AS naik 8,2 persen pada September 2022 yoy. Sebagai catatan, IHK ini tidak termasuk harga makanan dan energi.

Data tersebut menekankan seberapa tinggi inflasi telah meluas ke seluruh perekonomian, mengikis gaji warga AS, memaksa banyak orang untuk bergantung pada tabungan dan kartu kredit, dan akhirnya mengalihkan konsumsi hanya pada produk primer.

Apa yang terjadi di China dan AS bukan tidak mungkin merembet ke pasar utama lainnya untuk produk kayu Indonesia. Pasalnya, penyebabnya masih sama yaitu kenaikan harga komoditas karena kondisi geopolitik di sejumlah wilayah.

Dana Moneter Internasional (IMF) dalam paparan World Economic Outlook (WEO) mencatat sepertiga ekonomi di dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. IMF pun memperkirakan ekonomi dunia diproyeksi hanya tumbuh 2,7% dari sebelumnya 2,9%.

Sementara itu, inflasi global diperkirakan melonjak hingga 8,8% pada 2022 dan 6,5% pada 2023. Lonjakan inflasi menyebar dengan variabel yang lebih besar di negara maju dan negara berkembang. Menurut IMF tiga ekonomi terbesar, AS, China, dan kawasan Euro akan mengalami tekanan.

Mengantisipasi awan gelap ekonomi dunia tahun 2023, industri kehutanan di Indonesia terus berbenah. Antara lain dengan memperluas pasar, seperti yang sudah terjadi ke India.

Upaya memperluas pasar ekspor mendapat angin setelah mosi 37/2021 diterima pada General Assembly lembaga sertifikasi kehutanann FSC. Lolosnya mosi 37/2021 membuat hutan tanaman industri Indonesia dan produk turunannya kini bisa mengikuti sertifikasi FSC sehingga bisa membidik pasar yang lebih luas, terutama ke Eropa dan AS. ***

- Advertisement -spot_img

More Articles