Jumat, 26 Juli 2024

Barelang Bisa Jadi Pembelajaran Untuk IKN Nusantara, CTIS: Pembangunan Non Fisik Penting

Latest

- Advertisement -spot_img

Pembangunan Pulau Batam – Rempang – Galang (Barelang), Provinsi Kepulauan Riau, sejak 1973 bisa menjadi lesson learned untuk pembelajaran pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

Pembangunan IKN Nusantara harus yang mencakup fokus pada skala prioritas peruntukan wilayah, ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) handal, regulasi yang kondusif untuk menarik investasi dan pembangunan non-fisik, tidak hanya pembangunan sarana prasarana fisik.

 Demikian antara lain butir butir kesimpulan Diskusi yang digelar Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 11 Oktober 2023.  Diskusi yang dipandu Ketua Komite Pengembangan Wilayah CTIS, Dr. Tusy Adibroto menampilkan pembicara diantaranya  Prof. Antony Sihombing dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Dr. Tjahjo Prionggo, mantan Direktur Perencanaan Badan Otorita Pembangunan Barelang (Opdib Barelang) dan Dr.Wicaksono Sarosa dari institusi Jasa Konsultansi Ruang Waktu.

Dr. Tjahjo Prionggo menyampaikan bahwa saat Batam mulai dibangun pada 1973 lalu, seluruh Pulau Batam, Rempang dan Galang masih berupa kawasan hutan tak berpenghuni. 

Sedikit ada permukiman Desa Nelayan di pinggiran pantai.

Melalui Keppres No.41/Th.1973, Batam mulai dibangun sebagi kawasan industri, pusat perdagangan, pusat logistik dan juga merupakan destinasi wisata. Ini memanfaatkan lokasi strategis Batam di jalur pelayaran internasional dan, sesuai  “Teori Balon”  BJ Habibie sebagai Ketua Otorita Batam, maka kelebihan investasi di Singapura akan mengalir ke Batam karena luas wilayah  dan sumberdaya Singapurayang terbatas. 

Kala itu, belum ada wilayah perdagangan bebas lain di sekitar Singapura, belum ada Johor Baru, belum ada Penang yang maju, juga belum ada Pelabuhan Internasional Malaka, belum ada Port Klang dan Kawasan Tanjung Pelepas di Malaysia, yang maju.  Kala itu, peluang untuk memposisikan Batam sebagai pusat perdagangan internasional sangat besar.

Pembangunan sarana dan prasarana di Batam, Rempang dan Galang dipacu.  Jembatan Penghubung tiga pulau Barelang selesai dibangun pada tahun 1997.  Pembangunan fisik yang pesat di Batam mengesampingkan aspek regulasinya. 

Alhasil, penduduk ilegal berdatangan ke Barelang untuk mengadu nasib. Pasca reformasi 1998, dengan maraknya otonomi daerah yang menjurus ke desentralisasi kewenangan dari Pusat ke Daerah, maka terbentuk Pemerintahan Kota Batam. 

Sesuai UU No.26/Th.2007 Tentang Penataan Ruang, status Batam masuk kedalam Kawasan Strategis Nasional.  Kerancuan regulasi tentang Otonomi Daerah dengan Tata Ruang pun muncul. 

Ditambah lagi, regulasi tentang posisi Walikota Batam yang juga harus memimpin Badan Pengelola Kawasan Barelang yang bersifat Nasional.  Belum lagi tumpang tindih dengan regulasi yang berkaitan dengan Zona Perdagangan Bebas Barelang.  Kesemuanya ini mengakibatkan investasi di Barelang tersendat.  Dilain pihak, wilayah-wilayah perdagangan bebas di kawasan, seperti Johor Baru, berkembang pesat.  Oleh sebab itu, regulasi dan birokrasi nampaknya perlu dirampingkan agar wilayah Barelang tetap kompetitif sebagai wilayah pertumbuhan ekonomi regional yang potensial.

Belajar dari pengalaman pembangunan Barelang ini maka  dalam pembangunan Ibukota Nusantara (IKN), di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur maka urusan regulasi nampaknya perlu dirapikan terlebih dahulu. 

Dr.  Wicaksono Sarosa memaparkan UU No.3/Th.2022 Tentang Ibukota Negara yang telah dilengkapi beragam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) serta Peraturan Kepala Otorita IKN.  Keberadan IKN juga strategis, berada di tengah Indonesia, merupakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan kota masa depan yang ramah lingkungan serta smart & green city berteknologi digital. 

Aspek teknologi baru, memanfaatkan Industri 4.0, harus dimunculkan pada pembangunan IKN.  Hal ini digarisbawahi oleh Professor Anthony Sihombing.  Apalagi pada kurun 2020 – 2021 muncul pandemi Covid 19 yang menyodorkan teknologi Kecerdasan Artifisial (Artifical Intelligence – AI) semakin masif pada perkembangan metropolitan modern.  Ini akan mengurangi kebutuhan ruang perkantoran, akan mengurangi keberadaan toko dan mall, didukung penggunaan sistem transportasi yang ramah lingkungan, serta jaringan telekomunikasi yang harus berteknologi mutakhir. 

Ini semua perlu diantisipasi pada proses pembangunan IKN yang sedang berprogress saat ini agar muncul suatu kota metropolitan baru ditengah Negara Kepulauan Nusantara, yang akan mencerminkan Indonesia sebagai negara masa depan yang maju dan modern.

Disinilah peran SDM menjadi penting, seperti disampaikan Tjahjo Prionggo,  yang juga diamini kedua pembicara lainnya, karena apabila kesiapan SDM, utamanya SDM lokal, tidak ditingkatkan maka para penduduk lokal akan hanya menjadi penonton, tidak bisa berpartisipasi lebih aktif, akibat rendahnya tingkat produktivitas masyarakatnya. 

Seperti dicontohkan beberapa wilayah pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang memiliki tingkat GDP Per-Kapita tinggi, namun ternyata ketimpangan ekonominya juga tinggi karena sebagian besar sumberdaya dimiliki oleh sebagian kecil kelompok masyarakat.  Oleh sebab itu,  anggota CTIS yang juga Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Chairil Abdini mengingatkan tentang pentingnya pembangunan non-fisik, seperti budaya lokal dan aspek sosial penduduk, disertakan di samping pembangunan fisik infrastruktur semata,  agar wilayah baru yang muncul lebih manusiawi dengan kehidupan penduduk yang lebih sejahtera dan harmonis. 

Dalam rencana pembangunan IKN, jumlah penduduk IKN dipatok pada 1,9 juta orang pada tahun 2050.

Salah satu jenis pembangunan di IKN yang direkomendasikan oleh Dr. Unggul Priyanto, Ketua Komite Energi CTIS, yang juga mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), adalah pembangunan Pusat Iptek Kelautan Indonesia di Kabupaten Penajam Paser Utara ini. 

Sejak 2012,  BPPT dan Pemerintah Perancis telah menyusun rencana Pusat Iptek Kelautan ini, yang juga akan menjadi Pelabuhan sandar kapal kapal riset Indonesia, karena lokasinya di tengah tengah negara kepulauan Nusantara. 

Program kerjasama RI – Perancis ini sudah masuk kedalam Blue Book Bappenas 2015, dan pada April 2015 lalu juga sudah ditinjau oleh Menko Kemaritiman kala itu, Indroyono Soesilo, untuk segera diimplementasikan.  Dengan ditetapkannya Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai IKN, nampaknya program Pusat Iptek Kelautan Indonesia ini dapat dibahas dan dihidupkan kembali. ***

More Articles